Senin, 20 Agustus 2012

Keluarga Sakinah Diharap Mampu Lahirkan Pemimpin Bangsa


Keluarga sakinah adalah keluarga yang mampu memberikan kontribusi dengan mewujudkan keluarga yang baik. Karena itu diharapkan dari keluarga sakinah melahirkan generasi yang cerdas, kuat sehingga tampil menjadi pemimpin di masa depan.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Agama, Suryadharma Ali pada acara pemilihan Keluarga Sakinah dan Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Teladan tingkat nasional di gedung Kementerian Agama Jakarta, Kamis, 16/8/2012 sore. “Kita berharap dari keluarga sakinah lahir anak-anak yang cerdas dan kuat sehingga menjadi pemimpin di masa depan,” ungkapnya.

Untuk mewujudkan keluarga sakinah, menurut Menag tentu memiliki cara dan kiat yang tepat. “Kunci dari keluarga sakinah adalah kejujuran, kesetiaan dan kesabaran, selain itu harus melalui rasa syukur,” demikian ia menjelaskan pada acara yang dihadiri Ny Hj. Indah Suryadharma Ali, Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dan Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil. Serta para dewan juri yang diketuai Prof Dr Ahmad Mubarok.

Adapun pemenang pasangan keluarga sakinah terbaik pertama Dra Hj. Ngatijem dan Prof Dr. H. Sukaji Sarbi MS (Sulawesi Barat), terbaik kedua pasangan Hj. Nurjaenah dan H. Kamaruddin (Nusa Tenggara Timur), terbaik ketiga Dra Hj. Budi Pudjianti B.Sc dan Dr (HC) dr Sumardi MSi (Kalimantan Barat).

Pasangan keluarga sakinah harapan satu Hj. Waritje Wewengkang dan Prof Hi Djon Wumu (Sulawesi Utara), harapan kedua Hj. Ani Sugandi dan H. Manakhari Thaha (Bali), harapan ketiga Hj. Cek Rahmah binti Hasan dan Tgk H Muhammad Arief (Nanggroe Aceh Darussalami 1445).

Sedangkan KUA terbaik pertama Drs M. Muhyiddin PH (KUA Panekan , Jawa Timur), kedua Muhammad Rauli (KUA Tarakan Timur, Kalimantan Timur), ketiga Adib Muhlasin (KUA Kangkung, Jawa Tengah). Juara harapan satu diraih Sutan Syahrir (KUA Medan Tembang Sumatera Utara), harapan kedua Rohwan (KUA Pandak, DI Yogyakarta), harapan tiga AH Rahman (KUA Tamalanrea, Sulawesi Selatan).

Sumber: Kemenag.go.id

Mengelola Kemajemukan Beragama Mutlak Diperlukan


Sekjen Kementerian Agama, H. Bahrul Hayat mengatakan, kemajemukan bangsa harus dikelola sebagai kekuatan dan potensi yang dapat didayagunakan untuk memajukan bangsa dan negara, bukan sebaliknya menjadi sumber pemicu disintegrasi bangsa.

Karena itu, mengelola kemajemukan beragama mutlak diperlukan agar eksistensi bangsa ini tak terancam dan cita-cita tujuan nasional dapat diwujudkan, kata Bahrul Hayat saat bedah buku “Mengelola Kemajemukan Umat Beragama” di Jakarta, Kamis.

Dalam pemaparan bedah buku tersebut, tampil sebagai pembedah Prof. Dr. Masykuri Abdullah dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Sekretaris Eksekutif dan Direktur Konferensi Waligreja (KWI) Romo Edy Purwanto, Pr. Bertindak sebagai moderator Syafii Mufi.

Sekjen Kemenag menjelaskan, Indonesia secara faktual adalah negara majemuk, baik dari segi suku bangsa, agama, budaya, bahasa maupun karakteristik geografis. Di sisi lain, Indonesia pun mengalami berbagai konflik sosial keagamaan baik intra maupun antarumat beragama. Jika dilihat dari sumber terjadinya konflik umat beragama dapat dikategorikan dalam figa faktor: eksogen, endogen dan relasional.

“Globalisasi telah melahirkan tatanan sosial baru dengan indentitas yang menyebar dan masyarakat yang cair,” kata Bahrul.

Konflik internasional di berbagai negara, persoalan kemiskinan dan kesenjangan ekonomi dan pendidikan, hubungan lintas agama tak lagi merupakan antarbangsa tetapi merupakan hubungan antarmanusia terlepas dari batas geografis. Belum lagi universalisasi HAM, termasuk kebebasan berekspresi dan terorisme internasional. Semua itu merupakan pengaruh perkembangan lingkungan strategis global.

Pokok persoalan dari konflik, menurut dia, akibat lemahnya solidaritas sosial berdasarkan: peraturan perundangan, norma kesepakatan sosial, norma agama dan tata nilai kultural.

Lemahnya ikatan kebangsaan umat beragama yang menempatkan kepentingan kelompok agama di atas kepentingan bangsa. Belum tumbuhnya sikap multikultural yang mengakui, menghargai dan bekerja sama. Masih adanya ketidakadilan sosial, politik dan ekonomi antarumat beragama. Termasuk belum optimalnmya pengembangan dan pemberdayaan berbagai institusi sosial keagaman. Solusi

Dalam buku setebal 232 halaman dengan editor Drs. H. Zainuddin Daulay MA, kemudian Bahrul juga memberikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi melalui pendekatan berlapis didukung kebijakan dan strategi yang tepat. Sikap saling mengakui dan menyadari pluralisme amat penting. Termasuk pula sikap saling menghormati (toleransi) dan sikap saling kerja sama (resiprokal).

Prof. Masykuri dalam menanggapi penulis menyatakan bahwa diperlukan antisipasi dini agar suatu sengketa atau ketegangan antarumat beragama tidak berkembang menjadi konflik dan kekerasan. Melibatkan tokoh agama, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) maupun aparat sangat penting.

Perlu peningkatan dialog dan kerja sama antarumat agama, baik di bidang ekonomi mapun sosial. Para tokoh agama perlu mensosialisasikan etika protes, termasuk terhadap pelanggaran regulasi dalam pendirian rumah ibadah, yakni dengan cara bijaksana dan tidak dengan kekerasan, katanya.

Sementara Edy Purwanto dari KWI minta agar gagasan dari buku tersebut perlu dituangkan dalam alur dan pola pemikiran yang jelas. Secara keseluruhan, ia mengapresiasi penulis buku tersebut yang meski punya waktu sedikit masih mau meluangkan pikirannya untuk memberi kontribusi terhadap kerukunan umat. Buku ini pantas dibaca oleh para pemangku kepentingan: pengambil kebijakan di Kemenag, majelis agama, Ormas Keagamaan, dan lainnya.

Sumber: Kemenag.go.id

Presiden RI: Indonesia Harus Jadi Etalase Toleransi


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menghindari kekerasan horisontal. Baik yang dipicu oleh sengketa lahan, ekses Pemilukada maupun perbedaan pandangan dan keyakinan.

Hal ini diungkapkan Presiden SBY pada sambutan kenegaraan dalam rangka Peringatan Hari Ulang Tahun ke-67 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis, 16/8/2012.

Isu ini, kata presiden, perlu disampaikan. Mengingat masih terjadinya aksi-aksi kekerasan dan konflik komunal di tengah masyarakat. “Kita harus menghindarkan diri dari sikap mau menang sendiri dan memaksakan kehendak,” kata SBY.

Menurutnya, sebagai negara yang menjunjung nilai-nilai demokrasi, Indonesia harus menjunjung tinggi toleransi. “Negeri kita justru harus menjadi etalase dari harmoni dan toleransi. Bukan konflik dan kekerasan horisontal,” katanya.

Aksi-aksi kekerasan dan konflik komunal itu, menurutnya bisa dicegah jika semua pihak, baik kepala daerah, tokoh masyarakat, kepolisian dan TNI peduli dan terus menjaga kerukunan serta ketentraman masyarakat.

“Pastilah tidak semudah itu terjadi aksi-aksi kekerasan, tindakan main hakim sendiri, dan konflik komunal,” dia menambahkan.

Polri diminta tegas, cepat dan tepat jika terjadi aksi kekerasan di tengah masyarakat. Penanganannya pun jangan terlambat, dan harus tuntas. “Jangan pula ada kesan Polri melakukan pembiaran. Yang penting hindari dan cegah jatuhnya korban jiwa dari pihak mana pun,” pesannya.

Sumber: Kemenag.go.id

Jumat, 17 Agustus 2012

Waspadai Aksi Anarkisme di Idul Fitri


Kapolri Jenderal Timur Pradopo menegaskan, aksi anarkisme dan terorisme perlu diwaspadai selama masa mudik lebaran Idul Fitri.

“Dengan adanya ancaman-ancaman ini, anggota Polri perlu memaksimalkan dan merumuskan langkah inovatif untuk mengatasi potensi kerawanan yang terjadi,” ujar Timur saat Apel Gelar Pasukan Operasi Kepolisian Terpusat “Ketupat Jaya-2012″, Minggu lalu.

Timur mengatakan untuk mengamankan potensi kerawanan yang timbul, Polri telah menyebar personilnya di sejumlah pos pengamanan dan pos pelayanan.

“Kepada semua anggota Polri saya instruksikan siapkan mental, fisik, dan komitmen moral. Ini operasi kemanusian, sehingga perlu pelayanan yang humanis,” ujar Timur.

Ia mengemukakan berdasarkan karateristik kerawanan pada operasi kali ini, beberapa kepolisian daerah dikelompokkan ke dalam prioritas 1 dan prioritas 2. Kepolisian daerah yang masuk dalam prioritas 1 adalah Polda Metro Jaya, Polda Jawa Barat, Polda Jawa Tengah, Polda Jawa Timur, Polda Bali, Polda Sumatera Selatan, Polda Sulawesi Selatan, Polda DIY, Polda Lampung, dan Polda Banten. Sedangkan sisanya masuk ke dalam prioritas kedua. [akhwani]

Sumber: Republika

Musim Lebaran, Aksi Teror Harus Diwaspadai


Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengingatkan seluruh jajarannya untuk terus waspada dengan kemungkinan terjadinya serangan terorisme pada masa libur lebaran. Kapolri juga mengingatkan tentang pentingnya menurunkan angka kriminalitas, sebagai target operasi yang dilaksanakan pada H-9 hingga H+6 lebaran ini.

“Kita harus meningkatkan kewaspadaan terhadap kemungkinan terorisme, selain itu target dari Operasi Ketupat Jaya ini adalah kelancaran arus lalu lintas di beberapa titik, tingkat kriminalitas yang menurun, dan penurunan jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu lintas,” ujar Timur dalam sambutannya saat memimpin Apel Siaga Operasi Ketupat Jaya 2012, Jumat 10 Agustus 2012.

“Permasalahan tiap tahun pada Operasi Ketupat selalu dievaluasi, karena setiap tahun jumlah pemudik bertambah,” imbuh Kapolri.

Apel yang dilaksanakan sejak pukul 08.00 WIB di Lapangan Monas Jakarta ini diikuti 2.500 polisi. Beberapa pejabat juga terlihat seperti Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan Kapolda Metro Jaya, Irjen Untung S Rajab.

Kapolri juga menyebut, dalam Operasi Ketupat Jaya 2012 ini ada sepuluh wilayah hukum yang menjadi prioritas tahun ini. Wilayah hukum tersebut terletak baik di Pulau Jawa, Sumatra, dan Sulawesi.

“Sepuluh prioritas tersebut adalah Polda Metro Jaya, Polda Jabar, Polda Jateng, Polda Jatim, Polda Bali, Polda Sumsel, Polda Sulsel, Polda Yogyakarta, Polda Lampung dan Polda Banten,” terang Timur.

Operasi Ketupat 2012 serempak dilaksanakan mulai tanggal 11-26 Agustus 2012 di seluruh Indonesia dengan mengerahkan pasukan gabungan TNI-Polri sebanyak 88 ribu personel.

Suriah, Sarang Baru Terorisme


Pada 10 Mei lalu, ledakan kembar menghancurkan kantor intelijen dan basis militer Suriah di Damaskus. Kelompok oposisi membantah bahwa merekalah yang meledakkan bom yang menewaskan 55 orang itu. Sekonyong-konyong sebuah kelompok yang tak dikenal, yang menamakan diri Front Al-Nusrat, mengaku bertanggung jawab atas aksi kekerasan itu. Bila melihat modus operandinya, besar kemungkinan Front AlNusrat ialah Al-Qaeda cabang Suriah.

Kaum teroris memang selalu memanfaatkan negara yang chaos untuk bercokol, seperti di Afghanistan, Irak, Yaman, Somalia, Libia, dan Chechnya. Dari negara-negara itu mereka kemudian melancarkan aksi teror, baik terhadap lembaga-lembaga pemerintahan sekuler yang mereka tuduh kafir maupun negara-negara asing yang menghegemoni negara-negara Islam. Paham takfir itu diadopsi Al-Qaeda dan afiliasi mereka dari pemikiran Sayyid Qutb, seorang intelektual muslim Mesir, yang digantung Presiden Gamal Abdul Nasser pada 1953 dan Abdullah Azzam, pemikir Palestina, yang tewas secara misterius di Peshawar, Pakistan, pada akhir 1980-an.

Al-Qaeda pimpinan Osama bin Laden dan pengikutnya dari berbagai negara bersembunyi di Afghanistan, di bawah pemerintahan Taliban yang tidak stabil dan sibuk berperang dengan kelompok mujahidin Afghanistan di utara negara itu, untuk menyerang sasaran-sasaran AS di berbagai tempat. Misalnya serangan terhadap Kedutaan Besar AS di Nairobi, Kenya, dan Dares-Salaam, Tanzania, pada 1996; serangan terhadap kapal perusak AS USS Cole yang sedang mengisi bahan bakar di Aden, Yaman, pada 2000 ; dan serangan fenomenal terhadap dua menara kembar WTC di New York dan Pentagon, Washington, pada 2001. Semua serangan itu menewaskan sekitar 3.500 orang.

Pada 23 Juli lalu, Daulah Islam Irak, cabang Al-Qaeda di Irak, melancarkan serangan mematikan ke berbagai tempat di Irak yang menewaskan 115 orang. Sasaran serangan mereka ialah daerah-daerah yang didominasi muslim Syiah di Baghdad dan kota-kota lainnya serta unit-unit militer dan polisi di daerah utara yang kaya minyak. Sejak rezim Presiden Saddam Hussein dijatuhkan invasi militer AS pada 2003, Irak belum dapat berdiri sebagai negara demokrasi yang stabil dan kuat. Mayoritas kaum Sunni belum dapat menerima UUD baru Irak, yang membawa kaum Syiah, yang merupakan mayoritas, ke tampuk kekuasaan. Perebutan kekuasaan antara etnik Kurdi di utara, Arab Sunni di tengah, dan Arab Syiah di selatan, serta lemahnya aparat keamanan setelah militer rezim Saddam dibubarkan AS menjadikan Irak sarang teroris yang subur.

Yaman, yang terkena Arab Spring, tempat terjadi konflik antara kaum oposisi dan rezim Presiden Ali Abdullah Saleh, membuka peluang besar bagi kelompok terodiri Al-Qaeda di Semenanjung Arab (AQAP) meluaskan pengaruh. Mereka kini menguasai Provinsi Abyan dan banyak kota lain di selatan negara itu.

Tentara Yaman yang didukung pesawat tak berawak AS (drone) kewalahan menghadapi mereka karena harus menghadapi pemberontakan rakyat terhadap rezim yang berkuasa, kelompok separatis Syiah Houthi di utara, dan kelompok separa kelompok separatis di selatan. Pada Desember menjelang Natal 2010, pihak keamanan Uni Emirat Arab menemukan tabung printer yang berisi bahan peledak di pesawat yang akan menuju AS. AQAP mengaku sebagai pihak yang mengirim paket itu.

Di Somalia, cabang Al-Qaeda yang menamakan diri Al-Shabaab, kini menguasai wilayah tengah dan selatan Somalia yang dilanda kekacauan sejak 1980-an. Pemerintah pusat tak berdaya menghadapi mereka dan hanya berkuasa di Mogadishu, ibu kota Somalia. Tentara Kenya dan Uni Afrika yang didukung PBB telah masuk ke negara miskin di Afrika Timur itu sejak tahun lalu, tetapi sampai sekarang belum berhasil menekuk Al-Shabaab yang sering menculik wisatawan asing di Kenya (tetangga Somalia) dan melakukan perompakan di laut untuk mendapat tebusan uang demi menghidupi anggota dan membeli senjata untuk melawan musuhmusuh mereka.

Di Libia, kelompok teroris memanfaatkan kekacauan dan konflik bersenjata antara pasukan rezim Moamar Khadafi dan kaum oposisi. Ketika rezim Khadafi jatuh pada Agustus tahun lalu, Al-Qaeda Libia yang tergabung dalam AQIM (Al-Qaeda in the Islamic Maghreb)–yang terdiri dari kelompok teroris Libia, Tunisia, Aljazair, Maroko, dan Mauritania-menjarah gudang-gudang senjata rezim Khadafi. Mereka bermarkas di Aljazair bagian selatan dan menguasai Sahel Afrika yang membentang dari Laut Atlantik di barat sampai Laut Merah di timur. Teror-teror mengerikan, yang dilakukan Boko Haram di Nigeria, diduga kuat mendapat bantuan senjata dari AQIM. Boko Haram, yang menolak ke budayaan Barat, ingin mendirikan negara Islam di Nigeria yang hampir separuh penduduknya 160 juta jiwa–beragama Kristen. Itu sudah setahun ini.

Kelompok Chechnya, yang ingin mendirikan negara sendiri terpisah dari Rusia, sering melakukan pengeboman di tempat-tempat trategis di Rusia, khususnya Moskow, sebagai ekspresi kemarahan mereka atas pendudukan Rusia di wilayah mereka. Sementara itu, orang-orang Chechnya (Chechen) membantu para teroris di berbagai negara Islam, seperti Afghanistan, Kashmir, Irak, dan kini bersiap memasuki Suriah.

Milisi Chechen, bersama milisi Somalia, Arab Saudi, Mesir, Maroko, Libia, Tunisia, dan Uni Emirat Arab, kini berada di Bab al-Hawa, salah satu pintu perbatasan Suriah dengan Turki yang dikuasai Tentara Pembebasan Suriah (FSA). Mereka siap memasuki Suriah untuk membantu FSA memerangi rezim Bashar alAssad yang didominasi kelompok Syiah Alawiyah, sempalan Syiah yang memercayai inkarnasi dan ajaran mereka sudah bercampur dengan ajar an Kristen dan Hindu.

Sudah lama rezim Al-Assad menuduh kaum pemberontak Suriah sebagai kaum teroris yang didukung asing demi mendapatkan pembenaran bagi upaya Damaskus membasmi kaum oposisi. Kendati mayoritas oposisi Suriah rakyat muslim Sunni, tak bisa diingkari bahwa kelompok teroris sudah bercokol di Suriah dan ikut memerangi tentara Al-Assad. Bantahan kaum oposisi bahwa milisi asing ikut memerangi rezim yang berkuasa hanyalah menjaga citra agar negara-negara Arab dan Barat terus membantu kaum oposisi.

Raja Abdullah II dari Yordania memperingatkan kemungkinan senjata-senjata kimia Suriah jatuh ke tangan Al-Qaeda bila rezim Al-Assad jatuh seperti di Libia setelah rezim tersebut mendistribusikan senjata destruktif itu ke berbagai wilayah perbatasan untuk dipakai menghadapi pasukan asing bila mereka cobacoba menginvasi Suriah.

Fenomena senjata kimia Suriah, rencana serangan AS, Prancis, dan Israel ke negara itu, milisi asing, serta bantuan politik dan senjata Rusia, China, dan Iran kepada rezim Al-Assad mengisyaratkan makin kompleksnya isu Suriah dan kemungkinan negara tersebut menjadi seperti Irak, tempat Al-Qaeda mendapat sarang baru untuk membunuh kaum Alawiyah serta menyasar AS dan Israel bila mereka memiliki senjata kimia.

Smith Alhadar

Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies

Sumber: Media Indonesia, 10 Agustus 2012

Konsep Negara Islam tak Punya Akar di Indonesia


Surabaya-Selain potensi radikalisme dan terorisme, Indonesia juga harus menghadapi bahaya dari upaya beberapa kalangan tertentu yang bersikeras mengubah ideologi Pancasila menjadi Ideologi negara yang berasaskan Negara Islam.

Namun demikian, Indonesia tidak mungkin akan memiliki peluang untuk berubah dari asas ideologi Pancasila menjadi ideologi berasaskan Negara Islam. Pasalnya, ideologi tersebut sama sekali tidak punya akarnya sama sekali di Indonesia, baik secara sosial-budaya maupun politik.

Karena itu, sejak awal perumusan ideologi bangsa Indonesia sebagai sebuah negara di masa awal-awal kemerdekaan, keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam senantiasa mengalami kegagalan. Gerakan politik yang mendorong ke arah pembentukan Negara Islam selalu punah di tengah jalan sebelum mencapai final.

Wacana tersebut diungkapkan Prof Dr KH Ali Aziz MAg di Surabaya, seusasi bedah film “Omar” di IAIN Sunan Ampel, Surabaya kepada Lazuardi Birru, Jumat, 10/08/12.  Karena itu, ia memiliki keyakinan bahwa keinginan mengubah ideologi Pancasila ke arah pendirian Negara Islam yang digelontorkan dengan gencar selama ini oleh beberapa kalangan tertentu tak perlu dikhawatirkan.

“Bagaimana mungkin mereka bisa menerapkan keinginan itu? Mereka sama sekali tidak punya akarnya di Indonesia, baik secara sosial-budaya maupun politik. Lalu dari jalur mana mereka akan memulainya yang bisa dijadikan sebagai landasan?” tegas Ketua Asosiasi Profesi Dakwah Indonesia  (APDI) itu.

Lebih lanjut ia menjelaskan, untuk meraih harapan menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam haruslah didukung oleh banyak komponen, di antaranya adalah oleh dukungan partai politik. “Sementara partai-partai politik di negeri kita tak ada satu pun mengusung ideologi tersebut. Jadi, mau lewat jalur mana?” tandas Guru Besar Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel tersebut.[

Jihad Terbesar Adalah Mengendalikan Hawa Nafsu


Di antara ajaran terbesar Islam adalah berjihad. Namun implementasi jihad terbesar dalam kehidupan manusia bukanlah berperang melainkan mengendalikan hawa nafsu yang berkecamuk dalam diri manusia.

Islam tidak mengajarkan anarkisme, radikalisme, dan terorisme. Bahkan saat berperang pun, Islam mengharamkan pembunuhan terhadap non kombatan, orang tua, anak-anak, dan merusak rumah ibadah. Islam datang untuk memberi kedamaian pada manusia apa pun agamanya. Selama masih menjaga perdamaian maka harus saling melindungi.

Seluruh pandangan Itu mengemuka pada dialog seputar radikalisme dalam rangka peringatan Nuzulul Quran di Masjid Umar bin Khattab Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Kamis 9 Agustus malam.

Kegiatan tersebut digelar keluarga besar UMI Makassar dengan menghadirkan pembicara Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof. Dr. H.M Irfan Idris MA dan Wakil Ketua MUI Sulsel, Dr. HM Arfah Sidiq.

Irfan Idris menyatakan keprihatinannya atas fenomena beberapa masjid yang difungsikan sebagai pusat penyebaran radikalisme yang menebar kebencian pada kelompok lain. Bagi dia, masjid adalah lembaga yang sakral.

“Fungsi masjid harus dikembalikan seperti pada masa Rasulullah SAW yaitu untuk mengajarkan ilmu dan tempat silaturahmi yang penuh dengan kedamaian,” ujar Irfan seperti dilansir laman Fajar.

Dia juga mengkritik jika ada pesantren yang mengajarkan kekerasan. “Mengajarkan kekerasan di pesantren itu bukan pada tempatnya. Penelitian LIPI mengungkap bahwa banyak santri yang tidak setuju dengan Pancasila. Ini yang kita mesti waspadai. Jika ada yang hendak membumikan khilafah, silakan, selama tidak ada aksi anarkisme,” katanya.

Menurutnya, rasa persaudaraan sesama manusia mulai terlupakan oleh kelompok yang pemahaman agamanya tinggi. “Saya kira Alquran mesti dibumikan, bahwa Alquran tidak hanya mengajarkan persaudaraan sesama muslim tapi juga sesama manusia,” tandasnya.

Irfan mengaku, di hadapan para jenderal, dia sempat menegaskan bahwa mereka yang berpakaian Islami jangan diidentikkan dengan teroris. “Berpakaian Islami dan memelihara jenggot itu karena rasa cinta pada agama. Jadi saya tegaskan pada teman-teman di BNPT agar busana seperti itu jangan diidentikkan sebagai muslim radikal apalagi teroris,” ujarnya.

Sementara Arfah Sidiq menilai, dalam hal muamalah, Alquran memersilakan kita bermuamalah dan membangun persaudaraan dengan sesama manusia meski pun berbeda agama. “Di Italia ada masjid yang berdekatan dengan gereja dan semua menjalankan agamanya dengan damai,” ujarnya.

Wakil Rektor V UMI ini menegaskan, banyak sekali ayat-ayat dalam Alquran yang menjelaskan tentang pentingnya membangun hubungan antarbangsa, seperti dalam Surah Al-Waqiah ayat 1 dan Surah Al-Hujurat ayat 12.

” Alquran tidak mengajarkan radikalisme namun Alquran menganjurkan kita untuk saling kenal mengenal, membangun perdamaian dengan berbagai suku bangsa,” tandas Arfah.