Minggu, 29 Juli 2012

1 Lagi Teroris Bom Cirebon Divonis 5 Tahun


Yadi Supriadi, terdakwa kasus terorisme bom bunuh diri di Masjid Adzikra Komplek Mapolresta Cirebon pada April 2011, divonis lima tahun penjara oleh majelis hakim pengadilan negeri Jakarta Barat, Kamis 26 Juli 2012.

”Terdakwa Yadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana terorisme. Terdakwa terbukti melakukan pemufakatan jahat dan bertanggung jawab atas pelatihan pembuatan bahan peledak dengan tujuan menciptakan teror,” kata ketua majelis hakim Haswandi.

Majelis hakim menolak alasan tim penasihat hukum Yadi yang mengatakan Yadi dan Nanang Irawan bukan instruktur karena hanya ikut melakukan pelatihan, tidak sampai meledakkan bom.

Dalam pertimbangannya, Haswandi menunjuk pada fakta-fakta hukum. Misalnya, peran Yadi sebagai penceramah dalam kelompok pengajian mereka yang selalu menyerukan perang terhadap kafir. Salah satu caranya dengan membuat bom.

Selain itu, Haswandi menilai, kehidupan Yadi dikelilingi oleh orang-orang yang bermasalah dengan tindak pidana terorisme. Bahkan, kata dia, Yadi juga menyetujui Ishak dan Heru Komarudin, koleganya dari Jamaah Ansharut Tauhid pimpinan Abu Bakar Baasyir, untuk dilatih merakit bom oleh Nanang.

“Masihkah dapat dikatakan upaya itu tidak terkait dengan tindak pidana terorisme?” tanya Haswandi.

Ditemui seusai persidangan, pengacara Yadi, Asludin Hatjani, mengatakan akan pikir-pikir dulu mengenai putusan ini. Asludin tetap berpendapat bahwa Yadi dan Nanang tidak terlibat dalam bom bunuh diri yang dilakukan M. Syarif.

“M. Syarif dan mereka memang satu kelompok, tapi tindakan bom bunuh diri di Cirebon itu tanpa sepengetahuan Yadi dan Nanang,” kata Asludin.

Ia mengatakan tidak ada seorang pun dari kelompok mereka yang tahu bom bunuh diri yang dilakukan M. Syarif. Pada 15 April 2011, M. Syarif melakukan bom bunuh diri di Masjid Adz-Dzikra, Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon. Peledakan itu menyebabkan 31 orang luka-luka. M. Syarif sendiri tewas seketika.

Adapun jaksa penuntut umum, Bambang Suharijadi, mengatakan pihaknya puas dengan putusan majelis hakim. Namun, ia tetap menunggu langkah pembela Yadi. ”Kalau mereka mengajukan banding, ya kami akan ikut banding,” kata jaksa Bambang.

Beberapa jam sebelumnya, majelis hakim pengadilan Negeri Jakarta Barat juga memvonis Nanang Irawan alias Nang Ndut terdakwa terorisme bom Cirebon lain dengan hukuman lima tahun penjara .

Sabtu, 28 Juli 2012

Menyusur Jejak Terorisme Paska Dulmatin


Terorisme di tanah air tidak muncul secara tiba-tiba yang konteks keberadaannya tak bisa dilepaskan dengan apa yang terjadi di dunia dewasa ini. Sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia, Indonesia tentu sangat berkepentingan untuk menunjukkan citra Islam sebagai agama pembawa damai atau rahmatan lil alamin. Persoalannya menjadi semakin pelik ketika wajah terorisme dikait-kaitkan dengan dunia Islam, dan celakanya lagi, organisasi seperti Al-Qaeda yang jelas terbukti melakukan serangkaian aksi teror di sejumlah tempat di berbagai penjuru dunia juga mengatasnamakan aksi teror untuk kemuliaan Islam.

“Menyusur Jejak Terorisme Paska Dulmatin” adalah paper singkat untuk melihat persoalan terorisme di tanah air terkini, dianalisis menggunakan perspektif sosio politik, ekonomi, dan hubungan internasional. Bagaimana sejatinya bangunan terorisme di Indonesia? Siapa saja aktor-aktornya? Apa motif dan target operasinya? Dan bagaimana hubungannya dengan jaringan terorisme global?

Paper ini dimulai dengan mencari tahu apa sejatinya definisi terorisme dalam diskursus akademis. Kemudian, paper ini juga ingin memotret sekilas peta persoalan politik global dimana krisis energi telah menggerakan negara adidaya untuk membuat kebijakan keamanan energi (energy security) serta membuat proyek war on terrorism. Relasi Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah (JI) juga menjadi bagian penting sekaligus awal paper ini untuk menelusuri bangunan terorisme di tanah air. Dari sanalah dimulai sejarah impor fundamentalisme dari Timur Tengah lewat arus mudiknya eks kombatan perang Afganistan ke Indonesia. Mereka membuat kelompok-kelompok baru, dan menemukan tapak-tapak sejarah belum berhasilnya pendirian Negara Islam Indonesia. Di titik ini, mereka mendapat sedikit tempat di hati masyarakat Indonesia yang masih mengharapkan berdirinya Negara Islam. Dulmatin adalah tokoh kunci sebagai pintu masuk untuk melihat pola dan motif terorisme di Indonesia.


By: http://www.lazuardibirru.org

Kepastian Penegakan Hukum Pidana terhadap Tindak Pidana Terorisme

Dalam perspektif hukum pidana, tindak pidana terorisme adalah suatu perbuatan pidana yang menyangkut berbagai tindakan, akan tetapi untuk menentukan sesuatu perbuatan dapat dikualifikasikan sebagai terorisme, tentunya harus memenuhi unsur delik yang didefinisikan dalam undang-undang. Dari berbagai perbuatan yang dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana terorisme, pidana yang diancam beraneka ragam. Ada perbuatan yang diancam dengan pidana mati, pidana penjara, baik pidana penjara seumur hidup, maupun pidana penjara sementara waktu, pidana denda, sampai pidana kurungan, tergantung berat atau ringan tidaknya tindak pidana terorisme yang dilakukan. Tindak pidana terorisme yang terjadi di Indonesia telah menyebabkan banyaknya korban jiwa dan rusaknya infrastruktur, serta terganggunya stabilitas keamanan, politik, ekonomi, dan sosial di masyarakat. Masalah yang terjadi di Indonesia sekarang adalah apakah faktor-faktor penyebab adanya tindak pidana terorisme, apa saja kendala-kendala dalam memberantas tindak pidana terorisme, dan bagaimana upaya penanganan tindak pidana terorisme yang efektif jika ditinjau dari sudut penegakan hukum? Tujuan penulisan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab tindak pidana terorisme, mengetahui kendala-kendala dalam memberantas tidak pidana terorisme, dan mengetahui upaya penanganan yang tepat dari sudut penegakan hukum terhadap tindak pidana terorisme. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif-empiris yaitu penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang) secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat terhadap tindak pidana terorisme. Faktor penyebab yang paling dominan timbulnya tindak pidana terorisme adalah dari faktor ekonomi dan faktor ideologi. Kendala dalam menangani tindak pidana terorisme disebabkan penegakan hukum masih kurang, seperti kinerja aparat penegak hukum masih lemah, reaksi Pemerintah Indonesia kurang responsif, tanggap, dan cepat dalam menangani tindak pidana terorisme, lambannya pembentukan satuan anti teror, di samping itu juga partisipasi masyarakat masih lemah dan terkesan kurang peduli terhadap pemberantasan tindak pidana terorisme. Penanganan dan penanggulangan teroris paling efektif tentunya dengan menegakkan hukum pidana, termasuk adanya revitalisasi, dan refungsionalisasi aparat penegak hukum Indonesia.

Jumat, 27 Juli 2012

Ideologisasi Agama dan Teologisasi Naif Dunia Kehidupan sebagai Akar Radikalisme dan Terorisme di Indonesia

Radikalisme agama dan terorisme berhaluan agama yang terjadi di Indonesia berakar pada proses ideologisasi agama dan teologisasi naif dunia kehidupan. Kedua hal itu dapat berlangsung karena agama pada dirinya sendiri mengandung tiga ”penyakit” inheren yang rentan kekerasan, yakni fungsi ideologis agama, faktor penentu identitas, dan agama sebagai legitimasi etis hubungan sosial. Para pemeluk agama yang memegang teguh dan menjalankan secara rigor tiga fungsi agama tersebut dan memaksakannya menjadi kebenaran tunggal yang berlaku umum, akan menumbuhkan fundamentalisme agama. Ketidaksadaran akan adanya tiga ”penyakit” inheren agama tersebut dan ketidakmauan untuk melakukan kritik ideologis atas agama akan mengarah pada praktik ideologisasi agama. Ideologisasi agama berakar pada paham kekuasaan religius. Inti paham kekuasaan religius adalah bahwa hakikat kekuasaan baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya bersifat metafisik dan adiduniawi. Agama menjadi legitimasi ideologis untuk menguasai. Mereka yang menjadikan agama sebagai legitimasi ideologis berprinsip bahwa mereka yang paling tahu dan paham mengenai bagaimana manusia harus hidup dan bagaimana masyarakat seharusnya diatur. Untuk merealisasikan perwujudan masyarakat menurut ideologi itu, kelompok itu harus memegang kekuasaan. Dasar legitimasi ideologis terletak dalam klaim elite yang berkuasa atau yang mau berkuasa bahwa mereka secara moral lebih unggul daripada masyarakat lain. Ideologisasi agama ini bergandengan erat dengan radikalisme agama. Hal ini merupakan buah dari gerakan kembali ke akar-akar agama yang mengarah pada fundamentalisme agama. Setiap agama mempunyai ajaran dogmatis tentang kebenaran. Para pemeluk yang mempertahankan ajaran dogmatis belum menjadi fundamentalis. Baru menjadi fundamentalis jika memaksakan kebenaran itu kepada semua orang. Gejala lain yang terjadi di Indonesia adalah teologisasi naif dunia kehidupan melalui intrusi ajaran-ajaran agama ke dalam hukum positif negara. Gejala ini secara langsung telah menggerus Pancasila dan UUD 1945 yang merupakan landasan etis, ideologis, dan konstitusional negara-bangsa Indonesia. Terorisme dan radikalisme agama harus diatasi dengan beberapa jalan: agama harus melakukan otokritik, menerima pluralitas, dan revitalisasi Pancasila dan UUD 1945.

JIHAD DI MATA ISLAM


Ingatkah kita peristiwa 11 September 2001, satu pertanyaan besar mengapa hal itu terjadi ? Tragedi 11 September 2001 menjadikan rakyat Amerika diliputi kesedihan yang begitu mendalam dimana rakyat Amerika dari berbagai kalangan mulai bertanya-tanya tentang terorisme global dan dunia Islam, mengapa Islam lebih militant dari agama-agama lainnya ? Bagaimana Al-quran berbicara mengenai jihad dan apakah Al-quran memaafkan kekerasaan dan terorisme semacam ini ?
Ada pertanyaan besar “ Apakah Jihad itu ? , ada yang berpendapat bahwa jihad adalah berjuang untuk menuju kehidupan Islami yang baik. Ada juga yang berpendapat bahwa jihad identic dengan suatu usaha keras untuk menyampaikan risalah Islam. Ataupun seperti yang dilakukan Osama bin Laden misalnya jihad dapat berarti upaya menggulingkan pemeintahan-pemerintahan di dunia Islam dan menyerang Amerika.
Betapa pun beragamnya penafsiran mengenai jihad itu sendiri, semuanya membuktikan betapa jihad pada saat ini memiliki peran sentral bagi kaum muslimin.Jihad adalah konsep atau keyakinan yang memberi penegasan, satu unsur kunci agar menjadi seorang yang beriman dan taat kepada kehendak Allah.
Pada akhir abad ke 200 dan abad ke 21, kata jihad banyak digunakan oleh gerakan-gerakan perlawanan,pembebasan, dan para teroris untuk mensahkan perjuangan mereka dan memotivasi para pengikutnya. Mujahidin Afganistan ,Taliban dan Aliensi Utara, telah berjihad di Afganistan melawan kekuataan-kekuataan asing dan di antara mereka sendiri; kaum muslilin di Kashmir, Chechnya, Dagestan,Philipina selatan,Bosnia, dan Kosovo telah menjadi perjuangan mereka sebagai jihad; Kelompok Bersenjata Islam Aljazair (GIA) melakukan terror jihad untuk melawan pemerintah disana, dan Osama bin Laden melakukan jihad global melawan pemerintahan-pemerintahan di Negara-negara Islam dan Barat.
Kembali kepada pokok jihad Osama melawan Amerika dikarenakan kemarahannya atas kezaliman di tanah kelahirannya, dimana penduduk orang-orang kafir atas tanah suci serta dukungan terhadap pemerintahan yang korup dan tidak Islami. Osama mengingatkan bahwa dalam ajaran Islam, jihad untuk membela islam dan melurusakan tatanan politik yang lazim adalah sah dan wajib.
Banyak orang Islam yakin bahwa kondisi di negeri-negeri mereka memerlukan adanya jihad. Karena mereka milihat ke sekitarnya dan mendapati sebuah dunia yang didominasi oleh pemerintahan-pemerintahan otoriter yang korup dan elit yang makmur, sekelompok minoritas yang hanya peduli pada kepentingan ekonominya sendiri daripada memikirkan pembangunan nasional, sebuah dunia yang diselimuti kultur dan nilai-nilai Barat dalam berbagai hal dari cara berpakaian,music,televise,dan film. Pemerintah-pemerintah Barat dianggap mendukung rezim-rezim penindas dan mengeksploitasi sumber-sumber daya manusia dan alam di wilayah-wilayah kaum muslimin,merampas kultur dan hak mereka untuk memilih berdakan pilihan mereka sendiri serta untuk hidup di tengah-tengah masyarakat yang lebih adil.
Banyak yang percaya bahwa pemulihan kekuasaan dan kesejahteraan kaum muslimin adalah dengan jalan kembali kepada Islam, mendirikan Negara dan masyarakat yang lebih islami. Beberapa orang islam,sekelompok minoritas radikal, menggabungkan militansi dengan visi-visi mesianis guna mengilhami dan memobilisir tentara Tuhan yang dengan cara berjihad mereka yakini akan membebaskan kaum muslimin baik di negeri dan diluar negeri.

KOLONIALISME SEBAGAI AKAR KEMUNCULAN RADIKALISME DAN TERORISME DI INDONESIA


Fokus utama penulisan ini adalah menelusuri masalah dibalik faktor-faktor yang mendukung kekuatan radikalisme dan terorisme serta mengapa mereka sulit dideteksi. Radikalisme dan terorisme merupakan salah satu masalah utama pemerintah Indonesia. Keduannya telah menimbulkan berbagai fitnah sebagai tujuan utama aksi teroris. Radikalisme dan terorisme telah berhasil mewujudkan image buruk Indonesia dan Islam di mata global. Indonesia pernah dituduh sebagai sarang teroris. Sehingga memberi fobia terhadap wisatawan asing untuk berkunjung ke Indonesia.

Hal ini berdampak pada berkurangnya devisa pemerintah, sehingga pembangunan Indonesia terhambat. Sedangkan untuk Islam, radikalisme telah mengancam keutuhan hubungan antar beragama yang disebabkan oleh saling tuduh mengenai siapa yang beriman dan siapa yang kafir. Hal ini memperburuk keadaan karena untuk menyelesaikan masalah terorisme tidak bisa hanya dengan menggunakan debat kusir saling tuduh dan menghina. Baik Islam maupun Kristen, keduannya mempunyai caranya sendiri dalam menunaikan kewajiban agamannya.

Pengumpulan data dilakukn dengan cara integrasi-interkoneksi antara literatur Islam dan literatur ilmu sosial. Dalam hasil pembahasan ditemukan bahwa karakteristik radikalisme dan terorisme mirip dengan kolonialisme. Semuannya sama-sama berusaha untuk menguasai yang bukan hak mereka dengan jalan kesesatan. Kolonialisme identik dengan pemaksaan, sedangkan radikalisme dan terorisme merupakan Cara ekstrim yang juga terkesan memaksa.Untuk mengatasi masalah tersebut, Islam menawarkan Shalat Jum’at sebagai media pengantar untuk membantu pemerintah dalam berbagai kegiatan sosialisasi.

Pimpinan Bom Cirebon Hadapi Vonis


Yadi Supriyadi alias Yadi Al Hasan alias Yadi, pimpinan jaringan terduga teroris yang mengebom Masjid Az Zikra di Mapolresta Cirebon pada 15 April 2011 lalu, akan menghadapi vonis. Dengan tuntutan jaksa 7 tahun penjara, tim pengacara berharap kliennya dapat dihukum seringan-ringannya.

“Kami harapkan vonis ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa,” kata pengacara Yadi, Asludin Hatjani, dalam perbincangan dengan VIVAnews, Kamis, 26 Juli 2012.

Yadi yang akan menghadapi vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Barat ini disebut-sebut sebagai pimpinan jaringan bom Cirebon. Menurut pengacara, memang ada beberapa hal yang dapat dibenarkan dalam tuduhan jaksa. Seperti keterlibatan dalam kelompok yang disebut itu.

“Tetapi, apakah itu termasuk ke dalam tindak pidana teroris?” tanya pengacara yang juga mendampingi otak bom Bali, Umar Patek ini.

Yadi sempat menjadi buronan polisi setelah aksi bom bunuh diri Muhammad Syarief Astanagharif di masjid Mapolresta Cirebon. Detasemen Khusus 88 Anti-Teror membekuk Yadi di rumah orangtuanya di Jalan Raya Gunung Jati, Gg Mushola, RT2 RW1 Desa Pasindangan, Kabupaten Cirebon, pada Rabu, 19 Oktober 2011 malam.

Salah satu terdakwa dalam kasus ini, Ahmad Basuki atau Uki, telah divonis 9 tahun penjara. Vonis yang diterima adik pelaku bom bunuh diri Muhammad Syarief itu lebih ringan satu tahun dari tuntutan Jaksa 10 tahun penjara.

Menurut Asludin, kliennya siap menghadapi vonis hakim hari ini. “Dia siap. Yang jelas, semua berharap agar putusan itu jauh lebih ringan dari tuntutan 7 tahun penjara,” kata Asludin lagi.

Wagub Aceh: Penanggulangan Terorisme Harus Melibatkan KPA


Wagub NAD: Mudzakir Manaf 

Dalam menanggulangi terorisme di Aceh, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) diminta melibatkan jajaran pengurus Komite Peralihan Aceh (KPA). KPA dinilai sangat memahami detail situasi Aceh sehingga mudah mendeteksi gejala-gejala sosial yang timbul di masyarakat.

Permintaan ini diungkapkan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, saat menerima perwakilan BNPT di ruang Rapat Wakil Gubernur Aceh, Kamis 26 Juli 2012. “KPA sangat menguasai lapangan. Insya Allah segala yang datang dari luar mudah dideteksi, sehingga langkah-langkah antisipasi dapat kita lakukan segera,” ucap Mudzakir.

Tim BNPT yang dipimpin Mulyono Lodji MSi menginformasikan sekaligus meminta dukungan Pemerintah Aceh terkait pelaksanaan Koordinasi Pencegahan Terorisme di Aceh, 7-8 Agustus di Banda Aceh. Dalam acara itu akan dibentuk dan dikukuhkan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT). Selain itu akan digelar Seminar Pencegahan Terorisme.

Kabag Humas Pemerintah Aceh, Usamah El-Madny, dalam siaran persnya menerangkan, Wagub Muzakir yang didampingi Kepala Biro Hukmas, Staf Ahli Bidang Hukum, dan Kepala Badan Kesbangpolinmas, menyampaikan pemerintah sangat mendukung kegiatan tersebut.

“Dalam hal penanggulangan terorisme, keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat, termasuk ulama, ormas, dan juga KPA di seluruh wilayah Aceh amat dibutuhkan,” tulis Usama menirukan Muzakkir.

Dikatakannya, Aceh sudah punya pengalaman bahwa teroris itu datangnya dari luar, dan bukan dari Aceh. “Untuk itu KPA akan kita libatkan,” tandas Muzakir.

Wagub menambahkan, upaya pencegahan terorisme juga harus dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan ekonomi masyarakat. “Situasi di mana angka pengangguran tinggi, rentan disusupi paham-paham terorisme. Untuk itu, berbagai langkah pembangunan ekonomi, sedang dan akan terus diupayakan oleh Pemerintah,” pungkasnya.