Rabu, 28 November 2012

Masyarakat Poso Tak Ingin Lagi Berkonflik


Situasi Poso, Sulawesi Tengah sempat memanas lataran serangkaian peristiwa teror dan operasi penangkapan terduga teroris selama Oktober-November 2012. Hal itu sempat memicu kekhawatiran sebagian kalangan akan meledaknya kembali konflik horizontal di Poso.

Namun kekhawatiran itu ditepis oleh Muhammad Miqdad, Direktur Eksekutif Institut Titian Perdamaian (ITP), LSM di Jakarta yang menjalankan program CEWARS (Conflict Early Warning System) di Poso hingga kini.

“Mayoritas masyarakat Poso tidak lagi menginginkan kedamaian poso terkoyak. Mereka masih sangat trauma terhadap serangkaian peristiwa kekerasan yang pernah bergolak, terutama pada rentang waktu 1999-2001,” ujar Miqdad kepada Lazuardi Birru beberapa waktu lalu.

Menurut dia, aksi teror memang masih marak terjadi, namun hal itu tidak akan mengakselerasi kemungkinan di mana masyarakat akan terlibat dalam konflik horizontal.

Perihal masih banyaknya kelompok radikal yang bergerak di Poso, pria asli Palu ini melihat bahwa mereka tidak memeroleh dukungan yang cukup dari masyarakat. Karena itu banyak kelompok radikal di Poso yang berpindah ke daerah lain untuk mencari “arena” baru.

“Kelompok-kelompok militan yang dulu pernah terlibat dalam konflik horizontal, setelah beberapa kali terikat dengan perjanjian damai, mereka mengalami pembelahan. Ada yang masih melakukan kegiatan tadrib askary (pelatihan militer), namun kebanyakan sudah tidak lagi terlibat dengan kegiatan itu,” ungkap Miqdad.

Kendati demikian, alumni IAIN (Sekarang UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta ini, tetap menegaskan pentingnya pendekatan pembangunan perdamaian yang holistik terhadap masyarakat Poso.

“Masih banyak warga eks kombatan di Poso yang cukup lihai menggunakan senjata, memiliki kemampuan beladiri, dan pernah terlibat langsung dalam konflik. Bisa saja mereka terprovokasi untuk melakukan aksi kekerasan lagi jika potensinya tidak dikelola secara baik,” ujarnya mengingatkan.

Selasa, 27 November 2012

Problem Poso Jangan Didekati Dengan Kekerasan


Poso, Sulawesi Tengah terbukti masih menjadi ladang subur pertumbuhan kader teroris baru. Kasus mutakhir adalah penangkapan tiga orang terduga teroris di Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah, Minggu dinihari, 25 November 2012.

Kenyataan tersebut menurut Muhammad Miqdad, Direktur Eksekutif Institut Titian Perdamaian (ITP), LSM di Jakarta yang memiliki program CEWARS (Conflict Early Warning System) di Poso, salah satunya dipicu aksi represif aparat terhadap kelompok-kelompok teror di Poso.

“Penangkapan yang dibarengi dengan aksi kekerasan seperti kasus penembakan terhadap Khoiri, terduga teroris asal Bima awal bulan ini, justru memupuk dendam dalam kelompok mereka sehingga membuat para kadernya tersulut untuk menjadi teroris,” ujar Miqdad kepada Lazuardi Birru, Sabtu (23/11/2012).

Pria asli Palu, Sulteng ini berkisah, dirinya pernah menyaksikan prosesi pemakaman salah satu DPO kasus terorisme yang tertembak mati oleh polisi. Saat itu ia mendengar teriakan ‘ini belum selesai, tunggu pembalasan kami.’

“Peristiwa Januari 2007 di mana Densus 88 melakukan operasi penangkapan terhadap DPO terorisme di Tanah Runtuh, Poso, hingga menewaskan beberapa terduga teroris dan seorang polisi karena baku tembak, itu jelas memicu kemarahan dan dendam. Walhasil terjadilah penembakan polisi di Kantor Cabang BCA di Palu pada 2011 dan terakhir pembunuhan 2 polisi di Poso Pesisir,” urai Miqdad yang baru saja kembali dari Poso sebelum wawancara dilakukan.

Lebih lanjut ia menganalisis selebaran yang berisi tantangan perang kelompok radikal di Poso terhadap polisi namun melarang keterlibatan TNI. Baginya, hal itu murni ekspresi balas dendam.

“Jika memang mereka menganggap Negara ini thaghut, sehingga seluruh instrumennya juga thaghut yang boleh diperangi, aka TNI juga akan mereka ajak perang. Namun ternyata mereka hanya mengincar polisi. Itu lantaran polisi merupakan instrumen Negara terdepan yang berhadapan dengan kelompok radikal di Poso,” ujarnya.

Karena itu, dalam hemat Miqdad, menangani persoalan kelompok-kelompok radikal di daerah pasca-konflik seperti Poso tidak boleh dengan cara kekerasan. Pasalnya mereka punya pengalaman traumatis terlibat aksi kekerasan dalam konflik horisontal. Saat konflik, mereka berani nekad lantaran dendam atas terbunuhnya saudara, kerabat, atau koleganya di depan mata mereka.

“Memutus mata rantai kekerasan dengan kekerasan hanya akan memunculkan kekerasan baru. Tidak akan ada proses perdamaian yang langgeng dengan cara kekerasan. Semua strategi penanganan masalah di daerah pascakonflik patut dicoba, asalkan tidak dengan kekerasan,” tutupnya.

Senin, 26 November 2012

Pemimpin Harus Berwatak Pluralis


Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (F-PDIP) Maruarar Sirait (Arar) berharap agar pemimpin masa depan Indonesia berasal dari tokoh yang menghargai keberagaman. Menurut sejarah, kata Arar, seorang pemimpin yang berhasil adalah sosok yang mampu berpikir dan berbuat di tengah keberagaman.

“Kepemimpinan dan figur sangat penting dalam membangun tatanan sosial di tengah keberagaman masyarakat. Kita perlu pemimpin yang punya kemampuan mentransformasi dirinya dari seorang politisi menjadi seorang negarawan,” kata Arat dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (23/11).

Guna meraih pemimpin yang demikian, Arar mengaku telah menyampaikan hal itu saat berbicara mewakili delegasi Indonesia dalam “Interfaith Dialog,” sebuah dialog antar-agama yang berlangsung di Nusa Dua, Bali, beberapa saat lalu.

Pada dialog tersebut, Arar mengatakan bahwa dalam kasus radikalisme, terlihat bahwa para pemimpin hanya memikirkan agama dan kelompoknya semata. Karena itu, lanjutnya, perlu dirancang sebuah sistem untuk melahirkan pemimpin yang tidak sekadar mementingkan suku dan agamanya saja.

“Saya pribadi misalnya, mengusulkan bagaimana anggota DPR di Indonesia jangan hanya mewakili daerah pemilihan tempat kelahirannya saja. Jadi, dia bisa dibentuk tidak hanya mencintai sukunya, tetapi juga tempat lain. Kita mencari orang yang mampu berpikir dan bertindak universal,” tandasnya.

Senin, 12 November 2012

Rais Aam PBNU: Waspadai Pihak yang Pecah Belah Umat Islam


Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Sahal Mahfudh mengimbau umat Islam, khususnya warga NU, agar menjaga ukhuwah islamiyah. Banyak pihak yang tidak ingin umat Islam di Indonesia bersatu.

“Kita harus waspada. Ada pihak-pihak yang ingin memecah-belah umat Islam. Karena kalau umat Islam bersatu akan menjadi kekuatan besar,” kata Kiai Sahal saat memberikan pengantar dalam rapat gabungan Syuriyah-Tanfidziyah di kantor PBNU, Jakarta, seperti dilansir NU Online.

Kepada pengurus lengkap syuriyah dan tanfidziyah PBNU, Kiai Sahal juga berpesan agar semua menjaga kesatuan organisasi NU. Jangan NU terpancing dengan berbagai  isu yang dihembuskan untuk memecah belah ukhuwah nahdliyah. “Bisa dari luar atau dari dalam NU sendiri,” demikian Kiai Sahal mengingatkan.

Rapat gabungan antara lain membahas tindak lanjut dari pelaksanaan Munas-Konbes NU 2012 di Cirebon beberapa waktu lalu. Dalam kesempatan itu, Kiai Sahal menyampaikan terimakasih kepada para pengurus dan pihak-pihak yang telah bekerja mensukseskan pelaksanaan Munas-Konbes.

Generasi Muda Wajib Miliki Rasa Bela Negara dan Cinta Tanah Air


Sekretaris Jenderal Kementerian Pertahanan Masdya TNI Eris Herryanto menyambut kedatangan Peserta Parade Cinta Tanah Air, yang terdiri dari siswa-siswi SMA perwakilan dari 33 propinsi se-Indonesia di Halaman Kantor Kementerian Pertahanan, Jakarta. Perwakilan siswa-siswi SMA dari seluruh Indonesia ini adalah peserta lomba debat dan penulisan karya tulis ilmiah tingkat pusat dengan tema “Anak Muda dan Pembangunan Karakter Bangsa”.

Dalam sambutannya Sekjen Kemhan mengatakan, membangun rasa cinta tanah air dan rasa bela negara adalah bagian dari tugas Kementerian Pertahanan. Lomba debat dan karya tulis ini diharapkan dapat menyalurkan bakat dan pemikiran para generasi muda dalam bidang bela negara sehingga dapat menjadi pemimpin-pemimpin bangsa di masa depan yang berkarakter bangsa yang kuat.

Selain itu ia juga berpesan kepada siswa-siswi peserta Lomba Debat Parade Cinta Tanah Air agar para peserta tidak hanya berdebat, berekspresi, berargumentasi mengenai rasa bela negara dan cinta tanah air, tetapi juga dapat mengaplikasikan pemikiran-pemikiran dan argumentasinya dalam tindakan sehari-hari. Parade ini diselenggarakan atas kerjasama Kemhan dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri dan Serikat Perusahaan Pers.

Perbaikan Keadilan dan Kesejahteraan Cegah Konflik Sosial


Mantan Wakil Presiden M Jusuf Kalla menyatakan perbaikan keadilan, kesejahteraan, dan kemakmuran dinilai dapat mencegah konflik sosial. Menurutnya, konflik sosial di daerah terjadi karena permasalahan ekonomi. Karena itu, pemerintah perlu memberikan perhatian khusus untuk mencegah agar konflik tak berulang.

“Keadilan dan kemakmuran harus diperbaiki. Tak ada cara yang lebih efektif dalam mencegah konflik selain memperbaiki keadilan dan kemakmuran,” ujar Kalla di Hotel Bidakara, Jakarta, Kamis (8/11/2012).

Ketua Palang Merah Indonesia ini mengatakan penanganan konflik juga tidak bisa dijalankan tanpa partisipasi masyarakat. Karena, masyarakat yang akan mengalami sendiri apabila terjadi suatu konflik.

Kamis, 01 November 2012

Ribuan Pelajar NU Ikrar Setia NKRI


Sebanyak 3.000 pelajar NU mengikuti apel kesetiaan pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diselenggarakan PC IPNU-IPPNU Grobogan di alun-alun Purwodadi, pada Ahad, 28/10/2012 kemarin. Ikrar setia NKRI tersebut sebagai bentuk nyata memperingati hari Sumpah Pemuda.

Mereka yang sebagian besar pelajar MTs-MA dan perwakilan Pimpinan Anak Cabang IPNU-IPPNU se-Grobogan itu mengucapkan ikrar kesetiaan terhadap NKRI.

Dalam naskah ikrar kesetian NKRI yang dibacakan ketua PC IPNU Grobogan, Fathoni itu menyatakan pelajar NU akan selalu melaksanakan syariat Islam, berpedoman pada garis perjuangan NU, menjaga generasi muda dari pengaruh buruk narkoba.

“Pelajar NU Grobogan berikrar akan selalu berkomitmen terhadap Pancasila sebagai asas kehidupan berbangsa dan akan tetap setia terhadap NKRI,” kata Fathoni yang ditirukan seluruh peserta apel.

Fathoni menjelaskan, pelaksanaan apel ikrar setia terhadap NKRI ini berdasarkan situasi sekarang dengan banyaknya faham-faham Islam aliran kiri yang dengan mengatasnamakan jihad, namun justru melakukan aksi terorisme dan mengganggu kedaulatan NKRI.

“Selain itu, dengan momentum hari sumpah pemuda, dirinya mengajak kepada seluruh kalangan muda khususnya kalangan pelajar untuk ikut meneruskan semangat perjuangan Budi Utomo, atau yang lebih dikenal dengan Bung Tomo,” kata dia.

Ia menegaskan bagi pelajar NU, NKRI adalah harga mati. Hal ini didasari pada perjuangan Nahdlatul Ulama yang tidak bisa dipisahkan NKRI. “Momentum sumpah pemuda ini, kita mengajak para pemuda untuk benar-benar memahami dan mengimplementasikan makna sumpah pemuda dalam diri masing-masing. Sehingga tidak akan ada lagi pemuda yang menjadi pelaku aksi terorisme,” imbuhnya.

Dandim 0717 Purwodadi Letkol Inf Heri Prakosa Ponco Wibowo juga hadir dan menyampaikan orasi kebangsaannya. Dalam orasinya, Heri Prakoso mengatakan pernyataan ikrar setia NKRI yang dilakukan oleh ribuan pelajar ini  hendaknya benar-benar menjadi pedoman. Penanaman sikap disiplin dan rukun sangat diperlukan untuk membentuk karakter pemuda yang tangguh.

“Apalagi pemuda adalah sebagai motor penggerak bangsa. Mari kita isi dengan belajar dan berlatih untuk menjadikan NKRI lebih maju dan beradab,” tandas Dandim di depan ribuan pelajar NU.

Sedangkan koordinator  Badan NK Grobogan Johari Angkasa berharap sebagai generasi penerus bangsa tidak melakukan kegiatan-kegiatan negative yang  membahayakan diri sendiri seperti menjadi pecandu narkoba. “Pemuda yang sudah kecanduan dengan obat-obat terlarang maka akan hancur pula masa depannya. Jauhi narkoba dan semua hal yang merugikan diri kalian,” pesannya.

Selain ribuan peserta, kegiatan yang merupakan rangkaian konperensi cabang IPNU Grobogan ini  dihadiri pula DANDIM 0717 Purwodadi Letkol Inf Heri Prakosa Ponco Wibowo, Kepala Kesbangpolinmas Yudi Sudarmunanto, Badan Narkotika Kabupaten (BNK) Grobogan Johari Angkasa, dan ketua PC NU Grobogan Mat Said

Presiden Himbau Agar Semua Pihak Berperan Aktif Cegah Aksi Terorisme


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menghimbau agar semua pihak berperan aktif mencegah aksi terorisme maupun konflik horisontal yang saat ini kerap terjadi di Indonesia. Hal tersebut diungkapkan Presiden SBY saat konferensi pers di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 30/10/2012.

Menurut SBY, mencegah aksi terorisme bisa dimulai dari keluarga. “Terorisme sesuatu yang tidak kita hendaki. Terorisme adalah kejahatan dan agama manapun malarang,” ungkapnya.

Dalam hal ini, ia mengajak seluruh jajaran pemerintahan, dari RT, RW, Bupati, Wali Kota, Gubernur dan seluruh jajaran Kepolisian untuk melakukan langkah-langkah pencegahan agar aksi terorisme tidak terjadi lagi di masa mendatang. “Jika ada pelakuknya harus segera ditindak dan dibawa ke pengadilan,” imbuhnya.

Aksi terorisme, lanjut SBY, bukan hanya tanggung jawab aparat kepolisian dan TNI, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak. Presiden juga mengimbau seluruh pemimpin agama manapun untuk tampil dan menyerukan kepada pengikutnya agar tidak terjadi aksi-aksi terorisme.

Pada kesempatan tersebut, SBY juga menyerukan kepada dunia internasional, agar di dalam menjalin hubungan antarbangsa selalu mengindahkan saling menghormati dan saling menghargai. Setiap negara juga diminta sensitif dengan apa yang berlaku di komunitas lain, bangsa lain, maupun agama lain. Jangan sampai, kata SBY, negara-negara justru memproduksi sumber sehingga terjadi aksi radikal.

Pemerintah Minta Penistaan Agama Dihentikan


Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengimbau negara-negara sahabat agar saling menghormati dan sensitif terhadap apa yang berlaku di negara lain. SBY meminta agar negara sahabat jangan memproduksi hal-hal yang menjadi sumber terjadinya aksi radikalisme, termasuk terorisme.

“Istilah penistaan agama yang beberapa kali terjadi, hentikanlah. Tidak ada alasan apa pun, tidak ada prakondisi apa pun bagi terjadinya aksi-aksi kekerasan termasuk terorisme itu,” kata Presiden, di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, seperti dilansir Kompas.com, Selasa, 30/10/2012, sebelum bertolak ke London, Inggris.

Untuk dalam negeri, Presiden mengintruksikan kepada jajaran pemerintah daerah untuk melakukan upaya pencegahan terorisme. Jika ada tindakan terorisme, kata Presiden, harus ditindak tegas hingga dibawa ke pengadilan.

Presiden mengatakan, pencegahan terorisme jangan hanya diserahkan kepada kepolisian dan TNI. Semua pihak mulai dari tingkat gubernur hingga ketua RT, para tokoh agama, dan tokoh masyarakat harus terlibat. “Bagi keluarga di seluruh Tanah Air teruslah membimbing putra-putrinya, anggota keluarganya untuk tidak melakukan kejahatan terorisme,” ungkapnya.

Dalam konteks ini, kata SBY, keluarga haruslah membimbing putra-putrinya agar tidak menjadi korban terorisme, seperti menjadi pelaku bom bunuh diri. Selain itu, lingkungan masyarakat, seperti RT, RW, desa juga harus peduli.

“Tugasnya mencegah kalau ada keganjilan, ada rumah kontrakan yang tidak jelas penghuninya, kerjanya malam hari, tidak boleh apatis, tidak boleh tidak punya kepekaan dalam hal ini. Lakukanlah sesuatu untuk mencegah,” papar Presiden.

Seperti diberitakan, pekan lalu, tim Densus 88 Polri menangkap 11 terduga teroris di beberapa daerah, seperti Solo, Madiun, Bogor, dan Jakarta. Mereka ditengarai sedang merencanakan serangan di beberapa sasaran.

Mantan NII: Generasi Muda Labil Jadi Sasaran Empuk Perekrutan


Penyebaran aliran dan ideologi sesat sering kali dikaitkan dengan agama dan kitab suci. Salah satunya adalah penyebaran ideologi Negara Islam Indonesia (NII) yang bertujuan menggantikan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan ideologi NII.

Menurut mantan aktivis NII, Sukanto, sasaran NII kebanyakan adalah generasi muda. Hal itu dikarenakan mereka masih mudah dipengaruhi dan kurang paham akan sejarah NKRI sehingga mudah terhasut dan terhipnotis terhadap paham dan ideologi NII yang sebetulnya menyimpang.

“Biasanya, orang yang direkrut adalah pelajar atau mahasiswa yang masih labil dan kurang paham akan sejarah bangsa. Selain itu, mereka berasal bukan dari keluarga TNI atau kepolisian. Saat proses doktrinasi, biasanya menggunakan lokasi-lokasi yang disenangi anak muda, seperti mal, warung makan dan tempat-tempat nongkrong lainnya. Orang yang merekrut pun juga berpakaian gaul seperti halnya remaja. Ini yang menyebabkan tidak mudah terendus,” ujar mantan pengurus NII yang ditugasi sebagai perekrut.

Sukanto menambahkan, untuk mempermudah proses ‘cuci otak’ tersebut, NII melibatkan lebih dari tiga orang. Selain itu, mereka menggunakan kedok agama dan ayat-ayat suci Al’quran.

“Pokoknya, NKRI selalu dibandingkan dengan agama yang diperkuat dengan ayat-ayat suci Al’quran. Jadi, sasaran lebih mudah terpengaruh,” katanya.

Selain itu, Bupati Magelang Singgih Sanyoto dalam sambutannya menegaskan, generasi muda wajib mengetahui, mengerti dan paham akan sejarah bangsanya.

“Seperti yang Bung Karno pernah katakan, jasmerah! Jangan pernah melupakan sejarah bangsa. Ini penting, agar empat pilar bangsa tidak mudah digoyah siapa pun. Empat pilar itu adalah Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika,” katanya.