Sabtu, 20 Oktober 2012

Dalang Pembunuhan Polisi Poso Aktor Lama

Kepala BNPT, Irjen Pol. Ansyad Mbai

Otak pembunuhan dua polisi di Poso, Brigadir Sudirman dan Briptu Andi Sapa diduga adalah orang yang terkait dengan sejumlah aksi teror di Poso sejak tahun 2005 silam yang saat ini masih buron.

Pernyataan ini disampaikan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyad Mbai di sela-sela pelantikan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bali, di Denpasar, Jumat (19/10/2012).

“Ada alasan-alasan, dari aspek orangnya, siapa yang nyalaian kompor-kompor itu ada,” ujar Ansyaad kepada wartawan.

BNPT sudah mengantongi nama-nama sejumlah tokoh penebar teror yang saat ini masih buron. “Ada aktor intelektual yang masih menebar teror namun sampai saat ini belum tertangkap,” jelas Ansyaad.

Menurut Ansyaad, untuk menangkap sejumlah nama yang diduga terkait teror butuh bukti-bukti kuat dan tidak bisa asal tangkap seperti saat orde baru silam.

“Dahulu zaman Pak Harto jika ada yang mengarah pada gerakan membahayakan, satu kampung bisa digaruk, bawain ke truk, dikirim ke Pulau Buru atau dieksekusi tanpa ada proses hukum di persidangan,” bebernya.

Saat ini, dibutuhkan koordinasi yang efektif antaraparat terkait untuk mengungkap dan menangkap kelompok-kelompok penebar teror di Poso untuk mencegah jatuhnya korban lagi baik dari sipil maupun dari aparat.

Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman, 2 anggota kepolisian yang sedang bertugas menyelidiki pelatihan militer di Poso, hilang sejak 8 Oktober 2012 dan ditemukan tewas di lokasi yang dekat dengan tempat latihan kelompok teror, tepatnya di Dusun Tamanjeka, Desa Masani, Poso, Sulawesi Tengah, pada Selasa (16/10/2012). Diduga mereka dibunuh oleh jaringan DPO terorisme, Santoso.

Indonesia Jadi Role Model Penanggulangan Terorisme


Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai menegaskan, dunia internasional menjadikan Indonesia sebagai salah satu role model penanggulangan terorisme di negara masing-masing.

“Hal itu berkat Indonesia dinilai berhasil oleh banyak negara dalam mencegah dan menanggulangi aksi terorisme,” kata Kepala BNPT Irjen Pol (Purn) Ansyaar Mbai di Denpasar, Jumat (19/10/2012).

Ketika mengukuhkan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Bali yang diketuai Drs I Gede Putu Jaya Suartama, M.Si, ia mengatakan keberhasilan Indonesia dalam menanggulangi terorisme diakui dunia internasional sejak keberhasilan mengungkapkan pelaku dan jaringan bom Bali 12 Oktober 2002.

Sebagian besar pelaku teroris dan jaringannya dalam melakukan aksi di sejumlah tempat berhasil diungkap serta pelakunya ditangkap dan diproses secara hukum.

“Prestasi yang demikian itu diharapkan diimbangi dengan meningkatkan kewaspadaan dari semua pihak, sehingga stabilitas nasional dapat dipelihara dan ditingkatkan di masa-masa mendatang,” ujar Ansyaar Mbai.

Kasubag Deradikalisasi Bidang Pencegahan Densus 88 Antiteror Mabes Polri Komisaris Polisi Kurnia Wijaya ketika memberikan pembekalan saat membentuk FKPT Provinsi Bali menjelaskan berhasil ditangkap sekitar 800 teroris beserta jaringannya selama sepuluh tahun, 2002-2012.

Para teroris itu baik yang tertembak saat penangkapan maupun yang tertangkap hidup, sebagian besar telah diproses secara hukum. Kerja keras, koordinasi dan kewaspadaan semua pihak tetap diperlukan dalam mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan, kata Kurnia Wijaya.

Rabu, 17 Oktober 2012

Teroris Itu Bughat, Tidak Bisa Ditolerir


Pasca Bom Bali 12 Oktober 2002 silam yang menewaskan 202 jiwa, pemerintah Indonesia mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Kemudian dikukuhkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003.

Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya dalam penindakan, namun juga dalam upaya pencegahan. Dalam hal ini pemerintah mencetuskan ide deradikalisasi sebagai sarana untuk melakukan upaya preventif agar tindakan terorisme di Indonesia terkikis.

Dalam upaya penindakan yang dilakukan pemerintah, upaya-upaya yang sifatnya represif tentu sering terjadi. Bahkan tidak sedikit kelompok yang menginginkan untuk menaikkan levelnya, tentunya seiring dengan langkah-langkah preventif yang juga digalakkan oleh pemerintah.

Dr. KH Abdul Malik Madaniy, MA, Katib ‘Am Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) mengatakan bisa saja pemerintah menaikkan levelnya dalam upaya penindakan dengan catatan berkaitan dengan efek jera dan sebagainya.

Dengan mempertimbangkan efek jera dan efektifitas suatu tindakan, Kiai Malik menilai, pemerintah wajar melakukan penindakan meskipun sifatnya represif, namun represifnya harus terukur, tidak ngawur.

“Tapi terukur dengan di back up oleh aturan perundang-undangan, kenapa tidak? Saya kira adalah suatu hal yang semestinya,” demikian Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat menjelaskan pada Lazuardi Birru.

Mantan Dekan Fakultas Syari’ah UIN Sunan Kalijaga ini mengatakan, dalam Islam pun yang namanya tindakan bagyu, orangnya yang disebut bughat, hukumannya juga keras. Menurut dia, pemerintah harus menyelamatkan bangsa yang besar ini dengan tidak mentolerir perbuatan segelintir orang yang merugikan publik seperti tindakan terorisme itu.

 “Kita harus selamatkan bangsa yang besar ini, kepentingan bangsa, kepentingan jama’ah dan umat itu harus diutamakan, harus di prioritaskan ketimbang segelintir orang tadi,” tegas Dosen Ilmu Tafisr ini.

Selasa, 16 Oktober 2012

Surat Tantangan Mujahidin vs Densus 88


بسم ا لله ا لرحمن ا لر حيم 


Sariyatu Tsa¡¯ri wad Dawaa¡¯ 

bekerjasama dengan 

Forum Islam Al-Busyro 

Mempersembahkan 

Surat Tantangan 

Terbuat Dari: 

KOMANDAN MUJAHIDIN INDONESIA TIMUR 

kepada 

DENSUS 88 ANTI TEROR 

Kami selaku Mujahidin gugus tugas Indonesia Timur MENANTANG kepada Densus
(Detasement Khusus) 88 Anti Teror untuk BERPERANG secara Terbuka dan 
Jantan¡­!!! 
Mari kita berperang secara laki-laki¡­!!! Jangan kalian Cuma berani menembak, 
menangkapi anggota kami yang tidak bersenjata¡­!!! Kalau kalian benar-benar 
Kelompok laki-laki, maka hadapi kami¡­!!! Jangan kalian menang tampang saja 
tampil di TV¡­!!! 
Buktikan bahwa kalian Pasukan Elit yang terlatih secara professional dengan Senjata 
lengkap dan Pelatih yang didatangkan langsung dari USA¡­!!! 
Kenapa kalian menghadapi kami saja takut yang jumlahnya sedikit, serta Senjata 
Rakitan¡­??? Kalian undang TNI (Tentara Nasional Indonesia) untuk menghadapi 
kami, ataukah kalian ini hanya kumpulan Banci-banci saja¡­??? 

Kepada TNI, biarkan kami selesaikan Urusan ini¡­??? 
Biarkan DENSUS vs MUJAHIDIN bertempur sampai siapa yang kalah dan siapa 
yang menang, jadilah anda Penonton yang baik¡­!!! 
Jangan mau anda dibodohi Densus, mereka yang banyak makan uang, anda yang 
harus susah harus berperang dengan kami, sedangkan mereka enak-enak menonton 
anda¡­!!! 
Biarkan Rakyat Indonesia tau siapa sebenarnya Densus 88 Anti Teror¡­!!! 
Mereka hanya pemakan Uang Rakyat dengan alasan Pemberantasan Terorisme, 
padahal mereka sendiri yang membikin Teror, supaya dilihat memang betul ada 
Teroris, padahal itu semua akal liciknya mereka supaya mendapat pangkat dan 
kedudukan, dengan mengorbankan Anak Bangsa yang tidak tau persoalan dan 
dibodohi oleh mereka. 
Padahal seharusnya kamilah MUJAHIDIN yang mereka harus lawan, tapi ternyata 
mereka hanya berani melawan orang tak bersenjata 
Oleh karena itu, kami MENANTANG secara Terbuka kepada Densus 88 Anti Teror 
untuk Berperang. Jangan kalian tangkapi orang-orang yang lemah lagi, 
LAWANLAH KAMI¡­!!! 

KEDATANGAN KALIAN KAMI TUNGGU¡­!!! 

Demikian Surat Tantangan ini dibuat dengan sebenar-benarnya 

Atas Nama 
Komandan Mujahidin Indonesia Timur 

Abu Mus¡¯ab Al-Zarqawi Al-Indunesi
ABU WARDAH aka SANTOSO aka ABU YAHYA 

Allahu Akbar...... 

{Dan Kemuliaan itu milik Allah, Rasul-Nya dan Orang-orang yang Beriman, akan tetapi 
orang-orang Munafik tidak mengetahuinya} 


Jangan lupa untuk selalu mendoakan Para Mujahidin dalam Doa-doa Khusyu¡¯ kalian 

Ahad, 14 Oktober 2012 
28 Dzulqo¡¯dah 1433 H 


Dari Ikhwan kalian di : 

Sariyatu Tsa¡¯ri wad Dawaa¡¯ 
Sariyah Pembalasan dan Obat Penawar 

Dan 

Forum Islam Al-Busyro 
Di sini kita bermula, di Ma¡¯rokah kita kan berjumpa

Usut Jaringan Teroris Poso, Dua Polisi Hilang

ilustrasi

Dua anggota polisi hilang saat tengah melakukan penyelidikan kasus terorisme. Keduanya sedang mengumpulkan bahan dan keterangan kasus terorisme. Kedua polisi wilayah Poso itu hilang sejak 8 Oktober 2012. Mereka adalah Briptu Andi Sapa dari Satreskrim Polres Poso dan Brigadir Sudirman dari Polsek Poso Pesisir.

“Terakhir diketahui di Dusun Tamanjeka, Poso Hutan Gunung Potong, ketika sedang melakukan upaya penyelidikan di lapangan,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigjen Pol Boy Rafli Amar di Jakarta, seperti dilansir VIVAnews, Senin 15 Oktober 2012.

Boy mengungkapkan pihaknya masih melakukan upaya pencarian. Sejauh ini, penyebab keduanya hilang belum diketahui. Kemungkinan mereka disekap kawanan teroris, kata Boy, juga belum dapat dipastikan.

“Tim gabungan telah dibentuk oleh Polda bersama dengan TNI, dan menyelenggarakan operasi kepolisian khusus dengan sandi Sadar Maleo,” jelasnya.

Meskipun demikian, Boy mengakui bahwa tidak jauh dari lokasi tempat hilangnya dua anggota polisi itu merupakan tempat pelatihan kelompok teroris jaringan Santoso yang hingga kini masih menjadi DPO (daftar pencarian orang). Polisi mencatat pelatihan sudah dilakukan beberapa kali.

“Diduga ini terkait aksi teror karena kita ketahui ada bom rakitan di Kota Poso,” ucapnya.

Pada 7 Oktober 2012, Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri juga berhasil menangkap seorang terduga teroris bernama Imron di Jalan Kangkung, Kelurahan Balaroa, Palu. Alumni Pesantren Darus Syahadah Boyolali ini diduga berperan sebagai kurir dan fasilitator kelompok Santoso. Adapun Santoso adalah pentolan teroris di Poso yang terkait dengan Nurdin M. Top.

Imron juga diduga berperan membeli senjata untuk kelompok Santoso serta belajar merakit bom untuk kelompok Thoriq di Solo, Jawa Tengah.

Fatwa MUI 2004: Tindakan Terorisme Haram


Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban yang menimbulkan ancaman serius terhadap kedaulatan negara, bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia, serta merugikan kesejahteraan masyarakat.

Kejahatan ini merupakan salah satu bentuk kejahatan yang terorganisasi dengan baik (well organized), bersifat transnasional dan digolongkan sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime) yang tidak membeda-bedakan sasaran (indiskriminatif).

Pemerintah berupaya mengatasi tindak kejahatan ini dengan mengeluarkan Perpu No. 1 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Terorisme. Kemudian dikukuhkan menjadi UU No. 15 Tahun 2003. Namun UU Tindak Pidana Terorisme yang saat ini berlaku dinilai masih banyak kelemahan.

Menanggapi maraknya aksi terorisme yang terjadi, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa tentang tindakan teror yang meresahkan itu. Keputusan fatwa MUI No.3 Tahun 2004 tersebut mengharamkan tentang tindakan terorisme, baik yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara.

Fatwa ini diambil sebagai sikap tegas dari ulama di Indonesia dengan berbagai pertimbangan. MUI menimbang bahwa tindakan terorisme dengan berbagai bentuknya yang terjadi akhir-akhir ini di beberapa negara, termasuk Indonesia telah menimbulkan kerugian harta dan jiwa serta rasa tidak aman di kalangan masyarakat.

Selain pertimbangan itu, MUI menggaris bawahi bahwa tindakan terorisme menuai kontroversi di kalangan umat Islam sendiri. Sebagian menganggapnya sebagai jihad yang diajarkan oleh islam, dan karenanya harus dilaksanakan walaupun harus menanggung resiko terhadap harta dan jiwa sendiri maupun orang lain. Karena itu, MUI sebagai perkumpulan dari ulama Indonesia berkewajiban untuk memberi fatwa dan meluruskan tafsir agama oleh kelompok-kelompok radikal tersebut.

Dasar hukum yang dijadikan landasan MUI dalam fatwa mengharamkan tindakan terorisme itu adalah Alquran (QS Al Maidah, 5:33, Qs Al Hajj, 22:39-40, QS Al Anfal, 8:60, QS An Nisaa’, 4:29-30, QS Al Maidah, 5:32, QS Al Baqarah, 2:125), Hadis Nabi, dan qa’idah fiqhiyah.

Menurut MUI, ada perbedaan yang mencolok antara terorisme dan jihad. Terorisme bersifat merusak dan anarkis. Tujuannya untuk menciptakan rasa takut dan menghancurkan pihak lain. Serta dilakukan tanpa aturan dan sasaran tanpa batas. Seperti pengeboman dan bom bunuh diri.

Sedangkan jihad bersifat melakukan perbaikan (islah) sekalipun dengan cara peperangan. Bertujuan menegakkan agama Allah dan membela hak-hak pihak yang terdhalimi. Serta dilakukan dengan mengikuti aturan yang ditentukan oleh syariat dengan sasaran musuh yang sudah jelas.

Oleh karena itu, MUI memfatwakan hukum melakukan tindakan terorisme, baik yang dilakukan oleh perorangan, kelompok, maupun negara adalah haram.

Senin, 15 Oktober 2012

Masyarakat Harus Waspada Penyebaran Ideologi Radikal Lewat Internet


Penyebaran ideologi radikal bisa melalui berbagai media seperti buku, membar bebas atau ceramah, dan internet. Akibat mudahnya penyebaran ide-ide radikal tersebut, kata Nasir, seseorang dengan mudah bisa menerima paham tersebut. “Penyebaran ideologi radikal di Indonesia ini mudah, bisa melalui berbagai media,” kata Nasir Abas di Jakarta, Rabu, 10/10/2012.

Bahkan, kata mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI) ini, ada orang yang memang sengaja menulis dalam situs internet cara-cara membuat dan merakit bom, serta cara melakukan aksi radikal lainnya. “Itu semua lengkap ada di dalam situs internet dan berbahasa Indonesia, sehingga hal ini (pemahaman radikal dan cara merakit bom, red) bisa saja dimiliki oleh orang–orang baru, generasi berikutnya yang setuju dengan paham tersebut. Lalu, merasa terpanggil untuk melakukan aksi yang sama,” kata Nasir.

Karena itu, ia berharap agar masyarakat tidak mudah menerima input-input pemahaman dan informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Selain itu, ia juga berharap agar masyarakat, khususnya generasi muda bisa memfilter informasi yang ia dapatkan, baik melalui buku bacaan, internet, dan ceramah keagamaan yang mengandung kebencian dan aksi kekerasan.

Sementara itu, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai meminta masyarakat mewaspadai upaya penyebaran paham radikalisme yang menggunakan jejaring sosial di internet.

“Mereka (teroris, red) menyebarkan paham-paham radikal ini, terutama melalui internet, buku-buku,” kata Ansyaad usai pelantikan pengurus Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Jawa Tengah di Semarang, seperti dilansir Antara, Jumat, 12/10/2012.

FKPT yang dibentuk di daerah, termasuk Jateng, merupakan forum koordinasi yang beranggotakan berbagai elemen masyarakat, dan salah satunya hasil kerja sama BNPT dengan Pimpinan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU).

Menurut dia, langkah untuk menanggulangi penyebaran paham radikal melalui internet itu tidak bisa dilakukan dengan cara-cara kekerasan, melainkan harus dengan langkah persuasif yang juga menggunakan media internet.

“Kita harus masuk di wilayah itu (internet, red), sama-sama di media itu. Kita berkompetisi di situ untuk melakukan `counter`. Namun, cara yang dilakukan bukan dengan kekerasan, tetapi cara persuasif,” ungkapnya.

Penyebaran paham radikal, kata dia, juga bisa dilakukan lewat garis keturunan atau hubungan keluarga dengan menanamkan rasa kebencian dan permusuhan kepada apa saja yang mereka definisikan sebagai musuh.

Karena itu, ia mengemukakan pentingnya pemberdayaan seluruh komponen masyarakat, antara lain ulama, organisasi kemasyarakatan, dan kepemudaan untuk menangkal dan menanggulangi penyebaran paham radikal.

Remaja Anarkis Mudah Direkrut Jadi Teroris


Mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah (JI), Nasir Abas mengatakan, remaja yang kerap melakukan tindakan anarkis, tidak bisa menerima perbedaan, dan selalu menganggap dirinya yang paling benar sangat rentan direkrut oleh teroris.

Karena itu, Nasir berharap semua komponen masyarakat memberikan perhatian serius pada remaja sebagai generasi bangsa agar tidak terlibat dalam aksi-aksi kekerasan seperti tawuran dan tindakan anarkis lainnya. Karena remaja yang terlibat aksi anarkis, tawuran, memiliki mental dan keberanian yang berlebihan, serta mencelakai orang lain yang tidak sepaham dengan dirinya merupakan bibit awal aksi terorisme.

“Kita mengkhawatirkan anak muda jika tidak bisa menahan emosinya dan mengikuti nafsu anarkis dan bertemu dengan pelaku terorisme, maka itu sangat mudah bagi mereka untuk merekrut anak muda tersebut,” kata Nasir pada Lazuardi Birru, di Jakarta.

Nasir menyebutkan bahwa keterlibatan pelajar dalam aksi terorisme telah dibuktikan dengan berhasilnya aparat berwenang mengungkap sejumlah remaja yang terlibat termasuk pelajar SMA dan SMK. Ia mencontohkan Dani Dwi Permana, Farhan Cs, Muhammad Syarief, dan lain sebagainya.

Ia menegaskan bahwa remaja yang memiliki ciri-ciri sebagai “pengantin” atau martir bom bunuh diri di antaranya adalah anak muda yang memiliki keberanian, memiliki rasa tega, dan mental keras dengan keyakinan yang kuat dan meyakini sebuah perjuangan.

Meski demikian, dia mengharapkan semua pihak baik aparat berwenang dan masyarakat untuk ikut introspeksi mengenai terlibatnya remaja dalam beberapa aksi teror, dimulai dari keluarga, lingkungan, sekolah, dan masyarakat umum.

Menurut Nasir, remaja yang pintar adalah mereka yang bisa menentukan sikap, tidak mudah dicekoki oleh ideologi kebencian, tidak muda menyimpulkan hitam-putih. “Remaja yang dikatakan anak pintar adalah dia yang tahu mengatur hidupnya, pintar berada dalam lingkungannnya, pintar dalam mengajak orang lain pada kebenaran,” ungkapnya.

Korban Bom Bali: Terorisme Tidak Terkait Agama

Ketut Ningsih, Korban Bom Bali 2005

Setelah pelaku teror Bom Bali tahun 2002 dan 2005 terungkap ke publik, sebagian korban yang memeluk agama Hindu, sempat berprasangka negatif terhadap Islam. Pasalnya semua pelaku adalah muslim. Bahkan di persidangan, sebagian pelaku seperti Imam Samudra dan Mukhlas meyakini bahwa tindakannya benar menurut ajaran Islam. Namun seiring waktu, sebagian korban mengerti bahwa Islam tidak mengajarkan kekerasan dan menghargai umat agama lain.

Ketut Ningsih (27 tahun), korban bom Bali II di Manega Café Jimbaran Bali, sempat berpikir bahwa Islam memerintahkan pembunuhan. Ia bahkan sempat membenci warga muslim Bali.

“Tetapi setelah mendengar ceramah dan membaca buku, ternyata Islam menghargai pemeluk agama lain. Ternyata para teroris itu benar-benar licik, karena membawa nama Islam. Yang mengebom cuma segelintir, tapi semua muslim jadi kena imbasnya,” ujar perempuan yang menderita luka di bagian tangan akibat ledakan bom tersebut.

Sementara itu Kadek Ardani (27 tahun), korban Bom di Nyoman Café 01 Oktober 2012, awalnya menyimpan pertanyaan “benarkah Islam mengajarkan kekerasan terhadap umat agama lain? Bukankah setiap agama punya kepercayaan masing-masing?”

“Akhirnya saya tahu bahwa Islam tidak mengajarkan seperti itu. Hanya orangnya yang salah mengartikan ajaran Islam,” ujarnya.

Sedangkan korban Bom Bali II lain Kayan Subagia (30 tahun) sejak awal tidak punya prasangka negatif terhadap Islam.

“Semasa kecil saya tinggal di Jawa. Banyak teman saya yang muslim. Ajaran agama mereka tidak mengajarkan aksi kekerasan. Kami saling menghargai walau berbeda agama. Ada toleransi di antara kami. Saya tidak pernah menuduh bahwa Islam meneror Hindu. Itu hanya teroris saja,” ujar pria kelahiran Banyuwangi 30 tahun silam ini.

Semua korban Bom Bali II yang ditemui Lazuardi Birru beberapa waktu lalu beragama Hindu. Saat aksi teror tak berperikemanusiaan itu terjadi, mereka sedang menjalankan tugasnya sebagai karyawan Café yang diledakkan maupun Café sekitarnya.

Tak semua korban bisa memaafkan pelaku tapi Kayan Subagia dan Kadek Ardani secara legawa bisa memaafkan para pelaku.

“Saya pribadi, jika memang pelaku meminta maaf dan menyadari tindakan mereka salah, ya saya pribadi memaafkan. Entah dengan korban yang lain,” ungkap Kayan.

Pesantren Bukan Penebar Radikalisme


Menteri Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menegaskan pondok pesantren bukan lembaga pendidikan yang erat kaitannya dengan penebaran radikalisme. Ia meminta kesan pesantren yang dikaitkan sebagai tempat penebar radikalisme harus dihilangkan.

“Cara menghilangkan kesan tersebut tentu dengan membuktikan bahwa lulusan pesantren merupakan generasi yang berkualitas menerima keberagaman, moderat, menerima kemajemukan dan bahkan lebih baik dibandingkan lulusan lain,” kata Agung usai memberikan bantuan bagi sejumlah pesantren di Sukabumi, Jawa Barat, Sabtu (13/10/2012).

Menurut Agung keberadaan pesantren sangat diperlukan sebagai lembaga yang tidak hanya mengajarkan tentang kurikulum nasional melainkan juga pendidikan agama. Dengan adanya pesantren, bangsa ini bisa mencetak lulusan yang tak hanya berkualitas di pendidikan formal, melainkan juga memiliki moral dan karakter yang kuat.

“Untuk itu pemerintah terus mendorong eksistensi pesantren agar dapat terus bekiprah secara positif bagi masyarakat. Salah satu bentuk perhatian pemerintah adalah dengan menjalin komunikasi secara intensif dengan para pimpinan pesantren dan memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk kelancaran proses belajar mengajar,” katanya.

Menlu RI: Terorisme Menghancurkan Nilai-Nilai Kemanusiaan


Tidak peduli kebangsaan, agama, ras dan asalnya, yang jelas banyak ayah, ibu, anak, kerabat dan teman yang kehilangan karena tragedi Bom Bali I, sepuluh tahun lalu. Demikian Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa membuka sambutannya dalam bahasa Inggris pada acara peringatan tragedi Bom Bali I di Garuda Wisnu Kencana, Jimbaran, Bali, Jumat (12/10) pagi.

Marty mengatakan bahwa teroris telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan yang dianut secara universal. Untuk itu dia mengajak semua pihak untuk bersatu melawan sikap intoleransi dan ekstremisme. Karena kedua sikap yang melahirkan aksi terorisme itu tidak hanya membunuh dan melukai umat manusia, melainkan juga menghancurkan inti dari nilai-nilai kebebasan, toleransi, dan kasih sayang.

“Mereka berusaha untuk menabur perselisihan dan perpecahan. Serangan mereka tidak kurang dari serangan terhadap kemanusiaan,” tegasnya mewakili pemerintah Indonesia dalam acara peringatan tragedi Bom Bali I di Garuda Wisnu Kencana, Bali, Jumat (12/10/2012).

Dalam kesempatan itu, Menlu juga menyampaikan penghormatan kepada seluruh rakyat Bali, korban Bom Bali I baik warga Indonesia maupun warga asing.

“Kami ingin menggunakan kesempatan yang khidmat ini untuk memberikan penghormatan kepada seluruh masyarakat Bali dan segenap individu dari berbagai lapisan masyarakat, baik warga Indonesia maupun warga asing,” ucapnya.

Pada akhir sambutannya, Marty menyatakan penghargaannya terhadap masyarakat Bali yang segera tanggap setelah kejadian.

“Mereka, maju ke depan dan menyingkirkan rasa takut untuk mengulurkan tangan. Itu adalah ciri nilai-nilai kemanusiaan sebenarnya,” pungkas Marty.

Selasa, 02 Oktober 2012

Kapolsek Kuta: Kita Harus Waspada Ancaman Aksi Teroris


Kepala Polsek Kuta Selatan, AKP I Gede Ganefo mengatakan, masyarakat harus berkometmen untuk selalu waspada terhadap aksi terorisme yang mungkin saja terjadi. Menurut dia, kewaspadaan masyarakat akan ancaman terorisme sangat penting sebagai langkah preventif dan pencegahan dini.

Hal tersebut diungkapkan Ganefo saat memberikan sambutan pada acara peringatan Bom Bali II yang bertempat di salah satu tempat ledakan yang terjadi pada 2005 silam. “Kita harus berkomitmen untuk selalu waspada atas aksi seperti ini,” ungkapnya pada peringatan Bom Bali II, di Nyoman Café, Jimbaran, Bali, Senin (1/10/2012).

Ia menggaris bawahi bahwa peringatan Bom Bali II ini bukan hanya rutinitas belaka, namun sebagai upaya mengingatkan masyarakat akan ancaman tragedi kemanusiaan yang pernah terjadi di Bali. Selain itu, peringatan ini harus dimaknai sebagai upaya menangkal gejala terorisme yang mungkin saja terjadi. “Di sinilah pentingnya keamanan, karena keamanan itu merupakan investasi yang besar,” kata dia.

Sebagai bentuk konkrit dari upaya preventif, pihaknya sudah menggulirkan program Gulimas (Gerakan Kepedulian Masyarakat). “Dalam rangka meningkatkan kewaspadaan, kami sudah menggulirkan program Gulimas,” ungkapnya.

Peringatan Bom Bali II yang diprakarsai Isana Dewatan dan Lazuardi Birru ini mengambil tema “Kukuhkan Pancasila, Runtuhkan Terorisme”. Pada acara yang diformat dalam bentuk talkshow tersebut, hadir sebagai pembicara KH Masdar Farid Mas’udi (Rois Syuriah PBNU dan penulis buku “Syarah Konstitusi”), Nasir Abbas (mantan Ketua Mantiqi III Jamaah Islamiyah), dan perwakilan korban Bom Bali II.

Pada akhir acara, para peserta peringatan Bom Bali II ini melepas Burung Merpati sebagai simbol perdamaian.

Korban Bom Bali Serukan Pesan Damai


Dalam rangkaian peringatan Bom Bali II yang diprakarsai Lazuardi Birru dan Isana Dewata, di Nyoman Café, Jimbaran, Bali, pada Senin, 1/10/2012, para korban menyerukan beberapa butir pesan perdamaian.

6 orang perwakilan korban Bom Bali I dan II yaitu Ni Luh Erniati, Wayan Sudiana, Sonia, Thiolina Marpaung, Sudeni, dan Hayati Eka Laksmi. Berikut isi seruan tersebut:

Serangkaian aksi teror yang berlangsung di pelbagai belahan dunia hanya menyisakan kepedihan bagi korban dan masyarakat luas. Kami korban Bom Bali 2005:


  1. Menyatakan bahwa aksi terorisme tidak terkait dengan agama tertentu.
  2. Menyerukan kepada setiap kelompok masyarakat yang hendak melakukan aksi teror agar mengurungkan niatnya mengingat dampak negatif aksi tak berperikemanusiaan itu.
  3. Mendorong aparat pemerintah untuk secara sinergis menjalankan program pencegahan dini terhadap setiap gejala terorisme yang meresahkan masyarakat.
  4. Meminta kepada seluruh instansi pemerintah, ormas, dan lembaga pendidikan untuk melakukan pembinaan secara intensif kepada para pengikutnya bahwa aksi teror tidak dibenarkan oleh agama apa pun.
  5. Menyerukan kepada seluruh masyarakat Indonesia untuk lebih mengawasi anggota keluarganya agar tidak terpengaruh doktrin terorisme, mengingat kecenderungan rekrutmen teroris yang mengincar generasi remaja saat ini.
  6. Mendesak pemerintah Indonesia untuk memerhatikan dan memberdayakan seluruh korban aksi terorisme di Indonesia.


Senin, 01 Oktober 2012

Kelompok Papua Merdeka akan bom markas TNI dan Polri


Kepolisian Resort Jaya Wijaya menemukan bom siap ledak di kantor Komite Nasional Papua Barat (KNPB), Papua, Jumat (28/9). Hasil penyelidikan sementara, bom tersebut rencananya akan diledakkan di lokasi sasaran seperti Polres, Kodim, Batalyon, Jembatan Baliem dan kantor kelurahan samping kediaman Kapolres Jaya Wijaya, AKBP Alfian Budianto.

"Di posko sekretariat KNPB Kampung Honai Lama ditemukan 1 bom pipa siap ledak beserta detonatornya, ukuran panjang 16 cm diameter 9 cm dan 1 detonator terbuat dari aluminium, 1 bom botol kaca ukuran botol Kratingdaeng yang siap ledak," ujar Karo Penmas Polri Brigjen (Pol) Boy Rafli Amar dalam rilis yang diterima merdeka.com, Minggu (30/9).

Dalam penggeledahan yang dipimpin oleh Kapolres Jaya Wijaya, AKBP Alfian Budianto di tiga kantor KNPB Kampung Abusa, Kampung Elabukama dan Kampung Honai Lama polisi mendapatkan sejumlah barang bukti.

Antara lain satu keping CD Papua Merdeka, sebuah jerigen yang berisikan 3 liter bensin, sebuah wadah bahan peledak kosong, alumunium ukuran pasta gigi, uang tunai senilai Rp 13.600.000, sebuah bendera bintang kejora, sebuah stempel KNPB, tiga unit laptop merk Toshiba dan dua buah flash disk, dua buah printer, sebuah kamera digital, 3 ikat panah dan 3 ikat busur, sepucuk senapan angin, 8 bilah parang, 2 bilah kapak, sebuah lembar bendera warna merah bertuliskan 'Lawan KNPB', sebuah bendera warna hijau merah hitam bertuliskan 'Human Rights', 2 unit handycam merk Sony, 5 buah HP, 10 buah ID card KNPB, sebuah pipa berukuran 1 meter, 1 baret petapa warna biru dan sehelai baju lengan panjang warna hitam.

Hal itu merupakan pengembangan dari digeledahnya rumah Pilemon Elosak yang terdapat bahan serbuk yang diduga bahan peledak di dalam plastik warna hitam, masing-masing tiga serbuk bahan peledak dan sebatang detonator yang terbuat dari alumunium.

"Dari hasil interogasi, polisi mengetahui Pilemon mendapat bahan peledak dan detonator dari Lanik Huby," tulis Boy.

Saat ini masih dilakukan pengembangan kemungkinan kelompok tersebut terkait dengan kasus dua ledakan sebelumnya, di kantor DPRD Wamena dan Pos Lantas dalam bulan September 2012.