Selasa, 08 Mei 2012

Pakistan Minta AS Berbagi Informasi Mengenai Pemimpin Al Qaidah


Islamabad,- Menteri Luar Negeri Pakistan Hina Rabbani Khar mengatakan, Senin (07/05), AS seharusnya berbagi informasi intelijen dengan Islamabad jika mereka mengetahui keberadaan pemimpin Al Qaida Ayman al-Zawahiri di Pakistan.

Khar menyampaikan hal itu kepada wartawan tak lama setelah Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengatakan selama kunjungannya ke India bahwa Washington yakin Zawahiri bersembunyi di Pakistan.

"Jika seseorang memiliki bukti, maka itu seharusnya diberitahukan kepada kami sehingga kami bisa menyelidiki masalah tersebut," kata Khar.Pakistan tidak memiliki informasi mengenai keberadaan Zawahiri di negara ini, tambah menteri itu.

Di Kolkata, Hillary mengatakan bahwa Zawahiri, yang mengambil alih kepemimpinan Al Qaidah setelah pasukan AS membunuh Osama bin Laden di Pakistan tahun lalu, "berada di sebuah tempat, kami yakin di Pakistan", dan ia berjanji mendesak Islamabad menangkap militan-militan muslim

Ulama Mesir itu adalah orang kedua Al Qaidah ketika Osama masih hidup dan dianggap oleh badan-badan intelijen AS sebagai ideolog utama bagi kelompok itu.

Hubungan AS-Pakistan memburuk setelah pembunuhan Osama dan serangan NATO di wilayah Pakistan.

Hal itu diperparah oleh serangan-serangan pesawat tak berawak AS yang terus berlangsung di wilayah suku Pakistan dengan sasaran militan.

Serangan-serangan itu merupakan penghalang utama bagi perbaikan hubungan antara Pakistan dan AS, yang memburuk tahun lalu karena serangan AS yang menewaskan Osama bin Laden di dalam wilayah Pakistan dan serangan udara NATO di dekat perbatasan dengan Afghanistan yang menewaskan 24 prajurit Pakistan.

Islamabad pada 26 April menegaskan lagi penentangan atas serangan pesawat tak berawak AS di wilayah Pakistan ketika utusan AS untuk Pakistan dan Afghanistan, Marc Grossman, tiba di negara itu untuk memperbaiki hubungan yang retak.

Dalam panduan yang disahkan parlemen bulan ini, Pakistan menetapkan AS harus meminta maaf tanpa syarat atas kematian dalam serangan-serangan udara itu, pelarangan pengangkutan senjata melewati negara itu dan diakhirinya serangan pesawat tak berawak.

"Kami menganggap pesawat tak berawak ilegal, tidak produktif dan tidak bisa diterima," kata sekretaris luar negeri Pakistan Jalil Abbas Jilani pada jumpa pers bersama Grossman.

"Masalah ini juga dibahas pada tingkat tertinggi kepemimpinan sipil dan militer," tambahnya.

Grossman menyampaikan bela-sungkawa atas kematian dalam serangan udara itu namun tidak meminta maaf, dan mengenai masalah pesawat tak berawak, ia mengatakan bahwa baik Pakistan maupun AS menghadapi ancaman dari Al Qaida dan kelompok militan lain.

Para pejabat AS mengobarkan perang dengan pesawat tak berawak terhadap para komandan Taliban dan Al Qaidah di kawasan suku baratlaut, dimana militan bersembunyi di daerah pegunungan yang berada di luar kendali langsung pemerintah Pakistan.

Pasukan Amerika menyatakan, daerah perbatasan itu digunakan kelompok militan sebagai tempat untuk melakukan pelatihan, penyusunan kembali kekuatan dan peluncuran serangan terhadap pasukan koalisi di Afghanistan.

Islamabad mendesak AS mengakhiri serangan-serangan pesawat tak berawak, sementara Washington menuntut Pakistan mengambil tindakan menentukan untuk menumpas jaringan teror.

Sentimen anti-AS tinggi di Pakistan, dan perang terhadap militansi yang dilakukan AS tidak populer di Pakistan karena persepsi bahwa banyak warga sipil tewas akibat serangan pesawat tak berawak yang ditujukan pada militan di sepanjang perbatasan dengan Afghanistan dan penduduk merasa bahwa itu merupakan pelanggaran atas kedaulatan Pakistan.

Pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan puluhan serangan di kawasan suku Pakistan sejak pasukan komando AS membunuh pemimpin Al Qaidah Osama bin Laden dalam operasi rahasia di kota Abbottabad, Pakistan, pada 2 Mei 2011.(Faktapos.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar