Selasa, 08 Januari 2013

Pola Kehidupan Harmoni dan Toleran Tersebar hingga Pelosok Nusantara


Ironi sebenarnya jika praktek-praktek intoleransi atas nama apapun berkembang subur di Indonesia. Ini karena sejatinya begitu banyak pola-pola kehidupan toleran dan harmoni yang bisa dengan mudah ditemukan di berbagai kawasan nusantara. Dan fenomena ini bukanlah hal baru, melainkan sudah berakar semenjak kehidupan nenek moyang di nusantara.

Kehidupan masyarakat Bali bisa menjadi salah satu contohnya. Menurut salah satu tokoh lintas agama Bali, Drs. Ida Bagus Gede Wiyana, Bali adalah kota dengan berbagai macam unsur budaya, agama dan bahkan negara. Faktor yang membuat Bali memiliki begitu indah jalinan kerukun di antara penduduknya tidak lain karena filosofi hidup yang diimani bersama adalah meyame braye. Konsep hidup ini berasal dari istilah dalam bahasa Bali yang merujuk pada makna persaudaraan.

Contoh lain juga dalam kehidupan umat Islam di Nusantara. Seharusnya para radikalis dan teroris malu melihat sejarah Islam masa lalu yang begitu indah dan elegan sedemikian hingga sukses masuk ke bumi pertiwi yang mayoritas penduduk sebelumnya beragama Hindhu dan Budha. Islam masuk ke nusantara dengan jalan damai. Dan melalui strategi akulturasi yang dilakukan para walisongo misalnya, Islam menjadi agama yang tidak hanya bisa diterima tetapi juga tidak merusak tata dan pola kehidupan tertentu yang sudah mendarah daging di kalangan masyarakat waktu itu.

Maka tidak berlebihan jika ada yang melihat fenomena radikalisme dan terorisme sejatinya adalah diinjeksi dari pemahaman keagamaan dari luar. Menurut Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj salah satu aliran Islam asing yang turut terlibat dalam proses radikalisasi muslim Indonesia adalah Wahabi. Bahkan pada titik tertentu Ajaran Wahabi bisa mendorong orang untuk melakukan aksi-aksi terorisme. Namun menurut Kyai Siad Aqil, hal ini bukan berarti bahwa Wahabi adalah teroris.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar